Thursday, August 2, 2012

ES KRIM

Nenek adalah seorang yang sangat dekat sama gua. Gua dimanja banget sama beliau. Apa yang gua minta, pasti akan dibelikan oleh nenek. gua juga sangat menyayangi nenek. Dia sudah seperti nyokap bagi gua.

Pernah suatu ketika, gua yang masih berumur 5 tahun diajak oleh paman ke Medan untuk berlibur. Nenek juga ikut bersama kami. Ketika gua sedang asyik bermain dengan sepupu gua, lewatlah penjaja es krim dengan bunyi bel nya yang khas.  Gua rasa semua orang Indonesia tidak asing lagi dengan merk es krim yang satu ini. Gua  yang saat itu hanya mengenakan celana dalam dan kaus singlet, merengek-rengek minta dibelikan es krim kepada nenek. Nenek dengan lembut nya membelai rambut gua dan bertanya kepada penjual nya.

“ es krim nya berapa satu bang?”
“ lima ribu, nek”

asal tau saja, lima ribu rupiah pada jaman itu sudah tergolong mahal hanya untuk sebuah es krim. Setara dengan 20 ribu jika di ubah ke nominal sekarang. Gua  hendak membatalkan untuk membeli es krim itu karena harganya yang begitu mahal. Tapi, gua ingin merasakan bagaimana rasanya es krim tolelot ini. Apakah sama dengan yang biasa gua beli di pulau Nias.
“mahal amat bang?, bukannya 500 perak ya?”
Penjual es krim nya menjawab sambil menahan senyum.
“bukan nek. Lima ribu rupiah”
“gak bisa jadi 500 perak ya?
Sekarang penjual es krim nya menjadi sedikit dongkol. Mungkin dalam hati dia mengumpat. “Enak aja nurunin harga sampe segitunya.” Begitu mungkin pikirnya dalam hati.

“gak bisa nek. Emang segitu harganya.”

Nenek pun akhirnya mengambil selembar uang lima ribuan dari sakunya. Aku yang kegirangan langsung saja mencomot es krim dari gerobaknya. Tak lama berselang, penjual es krim telah pergi, nenek telah masuk ke dalam rumah. Gua  yang masih memakai celana dalam dan kaus singlet mulai menjilat es krim itu. Ternyata rasanya gak enak-enak banget. Enek malah menurut gua. Entah juga karena lidah ku yang terlalu ndeso. Pokoknya es krim itu terasa sangat pahit. Gua tanpa pikir panjang, langsung membuang es krim itu ke tong sampah . Lalu gua merenung memikirkan es krim itu sambil memikirkan nenek yang telah mengorbankan lima ribu nya. Saat itu gua merasa menjadi cucu yang tak berguna. Yang hanya bisa menghambur-hambur kan uang.

 Diam-diam aku mulai menangis. Mula-mula sesenggukan sampai menjadi tangis yang memekakkan kuping. Ingusku mulai menetes sambil bercampur dengan air mata. Meleleh sampai ke dagu dan berakhir di kaus singlet ku. Aku benar-benar sedih saat itu. Aku merasa tidak menghargai nenek yang telah membelikanku es krim tersebut. Tampilan gua sangat itu benar-benar menyedihkan. Lebih mirip gembel daripada anak umur 5 tahun yang unyu.
Nyokap  yang mendengar tangisan gua langsung menghampiri gua. 

Khas seorang ibu yang lembut, dia mulai bertanya mengapa gua menangis. Gua  yang sedang dalam goncangan jiwa hanya bisa menjawab sepenggal-sepenggal seperti orang kena serangan jantung. Walau begitu,nyokap  ternyata dapat mengerti. Dia berkata kalau gua tidak perlu bersedih akan hal itu. Gua  bisa menggantinya kelak kepada nenek jika kamu sudah sukses. Aku yang masih meneteskan ingus yang menjuntai indah, memandang mama. Lama kami saling menatap, gua akhirnya bertanya?

“Ma, sukses itu apa sih?”
Nyokap sepertinya agak kesel mendengar pertanyaan gak mutu dari gua. Mungkin kalau gua bukan anaknya, gua pasti udah di toyor.

“Nanti kamu tau sendiri kok” kata nyokap.
Nyokap lalu mengajak gua masuk ke dalam rumah. Ingus gua yang masih menetes gua lap dengan punggung tangan, dan diam-diam gua olesin ke rok mama. Sampai sekarang gua suka tersenyum sendiri kalau mengingat hal itu. Bukan soal es krim nya. Tapi, soal ingus yang gua lap di rok nyokap.
_____________________________________________________________________________

















2 comments:

  1. Nenek gue dah ga ada semua saat gue belum punya ingatan tentang dunia :v
    Itu lu umur berapa wkwwk

    ReplyDelete

Berkomentarlah sebelum berkomentar itu diharamkan