Siapa yang pernah ke pasar malam bareng ayah?
Judul Buku : Ayah
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 400 Halaman
Harga : Rp 81.500,00
"Ayah" adalah novel terbaru dari Andrea Hirata. Terbitnya novel ini
udah kutunggu sejak tahun 2011. Waktu itu aku berkunjung ke website Andrea dan
menemukan informasi kalau dia akan menulis sebuah buku yang berjudul “Ayah”.
Kabarnya, dia menulis buku ini ketika sedang kuliah di Iowa. Akhirnya, baru
terbit di pertengahan 2015. Hampir 4,5 tahun menunggu buku ini terbit. Lebih
lama mana dari penantian kalian akan kekasih? Eakk.
Awalnya, aku mengira
buku ini akan bercerita tentang Ikal dan Ayahnya, seperti dalam novel Edensor.
Ternyata, nggak. Novel ini ditulis berdasarkan kisah Amiru, seorang sahabat
yang dikenal Ikal ketika dia masih bekerja di kantor pos.
Rencananya, aku akan
membaca buku ini satu bab perhari. Menikmatinya pelan-pelan. Memperlakukannya
seperti kitab suci. Yah, ternyata itu hanya angan saja. Semakin dibaca malah
semakin ketagihan dan tau-tau udah tamat. Dan ketika udah tamat membaca buku
ini, aku tiba-tiba menggunakan bahasa Indonesia yang kaku, sesuai eyd dengan
kalimat mendayu-dayu ala melayu. Aku kok mudah banget dipengaruhi :’)
Novel diawali dengan
Sabari yang sedang galau karena ditinggal pergi istrinya, Marlena. Kucingnya,
Abu Meong, juga ikutan galau karena ditinggal pasangannya, Marleni. Kedua
makhluk itu saling meratapi nasib. Bab selanjutnya bercerita tentang Amiru yang
senang memperhatikan ayahnya, Amirza, berkutat dengan radio bututnya. Bagaimana
ayahnya yang hanya tamatan SMP, berdasarkan logika ilmiahnya sendiri, berhasil
membuat suara radio menjadi lebih jernih dengan bantuan kandang bebek.
Bab berikutnya
bercerita tentang Markoni, anak orang kaya yang bengal. Baru kelas satu SMP
sudah merokok, ketika STM makin gila, dan ketika disuruh kuliah D-II, bukannya
membawa ijazah, dia malah membawa istri. Setelah ayahnya meninggal, hidup
Markoni pun berantakan. Hingga suatu saat dia mendapat ilham ketika melihat
anak-anak sekolah. Otak bisnisnya jalan, anak-anak sekolah pasti membutuhkan
buku dan segala hal berbau percetakan. Maka tanpa membuang waktu dia segera
memulai usaha percetakan. Percetakan batako. Jenius memang.
Bab-bab awal emang gak
terlalu panjang. Cuma sekitar tiga atau empat halaman.
Tiga tokoh tadi,
melalui lika-liku kehidupan, jalinan nasibnya akan saling bertemu. Semakin
dibaca, maka kita akan semakin paham apa maksud Andrea dengan pembukaan novel
seperti itu. Alur novel ini menggunakan alur campuran. Awalnya mundur, setelah
di pertengahan barulah melaju seperti kereta api.
Menurutku sendiri,
judul Ayah kurang tepat disandang novel ini. Karena novel ini kebanyakan
bercerita tentang perjuangan Sabari dalam mendapatkan cinta Marlena. Cinta
kepada lawan jenis lebih ditonjolkan ketimbang cinta kepada anak. Porsi cerita
ayah dan anak tidak sampai setengah novel. Malah mungkin Cuma 1/3 isi novel.
Selebihnya cinta ala-ala anak SMA. Tapi, bukan kayak ftv. Kisah cinta ini lebih
memotivasi dan mengajarkan akan kesetiaan. Sekaligus kegilaan.
Dalam novel ini, kamu
akan menemukan banyak sekali puisi. Aku gak tau, apakah ini puisi yang dibuat
oleh Andrea atau murni karangan Sabari. Yang penting puisinya benar-benar bagus.
Contohnya kayak gini :
Datangkan
seribu serdadu untuk menembakku !
Bidikkan setiap senapan, tepat ke ulu hatiku !
Langit menjadi saksiku bahwa aku di sini, untuk mencintaimu !
Dan biarkan aku mati dalam keharuman cintamu...
Coba bacakan puisi itu
ke gebetan. Behhh, bakal klepek-klepek dia kayak sempak diterbangkan angin.
Puisi itu dibacakan Sabari ketika perpisahan SMA.
Ada lagi puisinya
ketika baru masuk SMA
Cinta
adalah mahkota puisi
Musim adalah giwang puisi
Hujan adalah kalung puisi
Bulan adalah gelang puisi
Cincin adalah perhiasan
Luar biasa. Benar-benar
menakjubkan. Sehabis membaca novel ini, jiwa puitis kalian pasti langsung
menggelegak.
Komedi khas Andrea
masih tetap muncul. Dengan majas hiperbola, metafora dan ironi yang sangat
memikat. Benar-benar karya sastra kelas tinggi. Contohnya kayak gini,
“Perempuan cantik
memang suka plinplan, itu merupakan bagian dari kecantikan mereka. Aku sendiri
punya pengalaman yang sama denganmu. Jadi, aku mengerti perasaanmu. Kita
senasib.”
“Pengalaman dengan siapa, Kun?”
“Siapa lagi? Shasya!”
“Pengalaman bagaimana?”
“Ya, aku bingung karena Shasya selalu plinplan. Hari ini dia bilang tak suka
padaku, esoknya bilang benci, esoknya lagi bilang muak. Sungguh tak punya
pendirian. Yang benar yang mana?!”
Memang tak akan membuat
kita tertawa terbahak-bahak. Tapi, akan memicu saraf-saraf di sekitar bibir
untuk tertarik ke atas.
Dalam novel ini, Andrea
kembali menegaskan kalau cinta emang bisa bikin orang lain bertingkah gila.
Seperti di Novel Dwilogi Padang Bulan, ketika Ikal rela bersepeda puluhan
kilometer demi melihat bubungan atap rumah A Ling. Begitu juga di novel ini,
kegilaannya kayak gini nih..
Begitu juga jika
bertanya. Kerap pertanyaan Sabari tak masuk akal, tak berhubungan dengan
pelajaran, pokoknya bertanya. Semuanya agar didengar Lena. Waktu itu guru
Fisika menjelaskan teori sifat bayangan pada cermin datar, cekung dan cembung
serta segala hitungan runyam sudut-sudut pantul, yang membuat siswa tampak
hilang dalam tempat dan waktu.
Semakin dalam guru menjelaskan, semakin banyak
murid yang bingung, termasuk Sabari, tetapi di tengah kebingungan itu dia
menunjuk.
“Saya mau bertanya, Pak!” Lantang sekali suara Sabari.
“Silakan, Ri.”
“Apakah Bapak pernah menonton pelem
Perempuan Berambut Api?!”
Dan terdengarlah auman yang dahsyat.
“Keluaaaaarr!!!”
Yah, cinta masa SMA
emang bisa membuat dunia kita jungkir balik.
Oh ya, salah satu yang
kurang kusukai dari buku ini adalah, pujian yang sangat banyak untuk novel
Laskar Pelangi. Seakan-akan karya Andrea itu cuma Laskar Pelangi dan yang lain
hanya pelengkap saja. Ini justru mengkerdilkan novel Ayah itu sendiri. Pujian
untuk novel ini sedikit sekali dibandingkan puja-puji untuk Laskar Pelangi. 1
berbanding 100.
Endorsement ini ada 4 lembar loh.
Kalau gak salah, hal
kayak gini juga terjadi di Dwilogi Padang Bulan. Dimana kata pengantarnya oleh seseorang yang aku lupa namanya. Dia menceritakan mengenai kepopuleran Laskar Pelangi di seluruh dunia. Ayo dong move on. Masa yang
diingat dari Andrea cuma Laskar Pelangi doang? Laskar Pelangi udah gak perlu
lagi puja-puji berlebihan. Laskar Pelangi udah jadi fenomena dalam dunia sastra
Indonesia, bahkan dunia. Siapa sih yang gak tau Laskar Pelangi? Kalau gak tau
novelnya, paling enggak, tau filmnya. Paling banter pernah dengar lagu “Laskar Pelangi” dari Nidji.
Seandainya puja-puji
itu ditujukan untuk novel Ayah, pasti buku ini akan lebih berkelas.
Semoga ini jadi bahan
masukan untuk Andrea. Buku-buku Andrea yang lain kan gak kalah bagus. Pasti deh
didukung untuk diterbitkan ke dalam banyak bahasa kayak Laskar Pelangi. Novel
ini kuberi rating 8/10. Dengan harga Rp 81.500, sungguh sangat layak ditebus di
toko buku favorit kamu. Buruan beli.
Mungkin ada di antara
kamu yang udah membaca buku ini, setuju gak dengan reviewku? Atau kamu punya
pendapat lain? Yuk ceritain di kolom komentar. Jangan lupa juga untuk klik
tombol share di bawah, supaya temen temen kamu di media sosial bisa tau.
Sekian artikel hari
ini.
Salam Asal