Thursday, October 31, 2013

Bahkan Kopi Bisa Berkonspirasi (Cerpen)


Kusesap perlahan kopi yang sedari tadi belum kusentuh. Kepulan asapnya sudah mulai menghilang, tapi aromanya masih tajam. Kulirik perlahan jam tanganku. Sudah pukul 12.30 WIB. Berarti sudah hampir setengah jam aku di sini, di Bandara Polonia Medan. Sahabatku, Ryan, akan datang berkunjung, dan aku berbaik hati menjemputnya. Sialnya, aku terlalu cepat datang.

Jadi, disinilah aku. Duduk sendirian ditemani secangkir kopi yang sudah dingin. Sementara kawanku akan datang sekitar setengah jam lagi. Hebat.

Kuamati keadaan sekitar, sekedar mengusir rasa suntuk.

Di luar kafe, seorang anak kecil berteriak girang sembari bertepuk tangan  dengan heboh ketika seorang pria paruh baya mendekatinya. Mungkin itu ayahnya. Dan wanita di samping anak itu pasti ibunya.

Mereka bertiga berpelukan. Ah, seperti teletubbies saja, pikirku.
Si ayah mencium kening istrinya lembut. Anaknya juga melonjak-lonjak, ingin dicium.
Oke, sekarang aku cemburu. Jomblo sepertiku mendapatkan ciuman dari siapa?

Senyum sumringah tidak hentinya menghiasi wajah mereka. Mungkin mereka telah berpisah sekian lama. Aku jadi ikut tersenyum. Membayangkan apakah aku bisa memiliki keluarga seperti itu. 

Kuedarkan lagi pandanganku. Kali ini aku melihat sepasang kekasih sedang memadu cinta di pojokan kafe. Ah, anak muda jaman sekarang. Taunya cuma pacaran. Huh.

“ Ah, kamu cuma iri saja. Karena tidak pernah pacaran.” Kata hatiku sendiri.
“ Hei. Aku cuma ingin fokus belajar” dalihku membela diri.
“ Heleh. Kamunya saja yang terlalu pengecut untuk mengungkapkan perasaan.”
“ Mereka tuh yang tidak bisa membaca pikiranku.” aku ngotot.
“Sejak kapan kamu punya pikiran?”

Oke. Ini mulai konyol. Aku bertengkar dengan diriku sendiri. Dan sialnya lagi, aku kalah.

***
Pintu kafe terbuka. Seorang cewek masuk. Dia duduk tepat di seberangku. Kuperhatikan dirinya diam-diam. Saat ini aku merasa bagai detektif yang sedang menguntit tersangka. Dia memesan secangkir cappucino, dicampur susu dan 3 buah es batu.

Wajahnya oriental, cantik. Terlalu cantik malah. Perawakannya sedang, dan gaya berpakaiannya modis sekali. Sebuah kacamata hitam, bertengger di atas hidungnya. Apa dia bisa melihat sekitar dengan kacamata hitam itu? Karena penerangan kafe ini tidak terlalu bagus.
Mungkin dia tidak bisa membedakan antara pantai dengan kafe. Sebentar lagi dia pasti mulai mengoles sunblock. Aku semakin penasaran dengan mangsa baruku ini.

Seakan mendengar gerutuanku, dia membuka kacamatanya. Dan menatap ke arahku sekilas. Tepat di manik mataku. Cuma sekilas memang. Sepersekian detik. Karena dia langsung sibuk dengan handphonenya.

Tapi itu sudah membuatku grogi setengah mati. Bagai maling yang tertangkap basah Jantungku berdegup kencang tidak karuan. Ah, apa-apaan ini. Hanya dengan tatapan mata saja, aku malah grogi.

Kutarik napas panjang, dan kuhembuskan perlahan. Mengusir segala rasa aneh yang bermunculan. Kutundukkan kepala menatap gelas kopi.

“Tunggu apalagi. Ajak kenalan dong”

Kutajamkan pendengaranku. Keningku berkerut. Siapa yang ngomong barusan?. Apa hatiku lagi? Masih belum puas meledekku sepertinya.

“ Di bawah sini bodoh. Aku yang ngomong. Gak usah celingukan gitu kayak maling”

Sepertinya aku tidak enak badan. Aku mulai berhalusinasi. Masak kopi bisa ngomong.

Permukaan air kopiku bergelombang. Seakan menyanggah pernyataanku.

“ Cepetan sana deketin. Masak udah seperempat abad masih jomblo aja. Lihat tuh yang pacaran di pojokan. Masih smp loh. Sedangkan kamu, belum laku juga, gak malu apa menyandang gelar fakir asmara seumur hidup?”

“Sialan. Malah ngejek pula. Aku gak berani deketin dia. Punya ide gak?”

“Sebentar ya.” Entah apa yang bisa dilakukan secangkir kopi.

Hmm. Apa sekarang aku bisa berkomunikasi dengan benda mati?. Mungkin aku ada bakat terpendam menjadi seorang telekinesis juga.
 Kucoba menggerakkan jari ke arah tisu di meja. Tapi tisunya tetap bergeming. Aku semakin penasaran. Kugoyang-goyang kedua tanganku di atas tisu dengan heboh. Tapi tisunya tetap tidak bergerak. Aku malah kelihatan seperti orang tolol.

“Prangggg.”

Aku terkesiap. Kulihat cewek di depanku sedang sibuk mengelap baju dan celananya yang tertumpah cappucino. Pecahan gelas berserakan di bawah meja. Wajahnya tampak panik. Pelayan cafe mendatanginya.

Astaga, semoga itu bukan karena gerakan tanganku.

 Kulirik gelas kopiku. Dia tersenyum.

“Ayo. Sekarang giliranmu. Tawarkan sapu tangan mu. Tunjukkan empati.”

Konspirasi jenis apa ini. Tapi, entah kenapa kuturuti juga perintahnya. Mungkin aku memang sudah gila.

“ Gimana sih mbak. Gelasnya kok malah dipecahin.” Pelayan cafe marah-marah sambil berkacak pinggang. Kejadian ini menjadi tontonan pengunjung sekitar. Khas Indonesia sekali. Bukan dibantuin, malah dijadikan tontonan gratis.

Aku jadi iba. Wajah cewek itu sudah memucat. Dia hanya diam sambil ikut memunguti pecahan gelas.

“Sudah mbak. Biar saya aja yang bayar gelasnya nanti. Berapa harganya mbak?” Semoga uangku cukup.

Pelayan itu memandangiku dari ujung rambut ke ujung kaki. Mungkin dia terpesona dengan kaos kaki baruku.

“Emang mas bisa bayarin? Penampilannya aja gak meyakinkan”. Katanya meremehkan.

 Kurang ajar benar ini pelayan. Apa dia tidak diajari cara melayani pelanggan. Harga diriku terusik. Egoku tertantang. Kurogoh dompet ku di saku belakang celana. Lihat lah ini isi dompetku wahai pelayan yang sombong.

Hmm. Sepertinya bukan di kantong belakang. Kurogoh kantong depan. Kuraba saku bajuku.
Deg. Jantungku berhenti berdegup. Keringat dingin mulai muncul. Ketiak mulai mengeluarkan aroma tak sedap. Bulu kakiku rontok satu persatu.

Kamprettt. Sepertinya dompetku ketinggalan. Oke, bukan sepertinya. Dompetku memang ketinggalan.

Kutatap kembali si pelayan, dan kupasang senyum paling manis untuknya. Tidak mempan.
Dia hanya memandangiku dengan garang.

Kutatap cewek di depanku, ekspresinya datar. 

Kulirik gelas kopiku, dia hanya mengangkat bahu.

Aku berharap ditelan bumi saat itu juga. Oh Tuhan, apa sesusah inikah mendapatkan pasangan.?




Lanjut Baca Terus >>>

Friday, October 25, 2013

Masa Remaja Itu Asik? Think Again !



Remaja. Ah, sebuah proses yang akan atau sudah kita jalani. Gua juga udah pernah jadi remaja. Sekarang sih masih remaja juga kayaknya. Remaja tua. Hehe.

Jadi remaja itu asik banget. Tapi itu hanya berlaku kalau keuangan lo atau ortu lo berkecukupan. Untuk kawan-kawan lain yang kurang beruntung, jadi remaja itu adalah masa untuk bersakit-sakit. Dan mudah-mudah mereka, dan kita juga bisa jadi orang yang sukses kelak. Aminnnn.
Lanjut Baca Terus >>>

Wednesday, October 23, 2013

Masa Muda VS Masa Tua



“Ayoo dong man. Kan jarang-jarang juga lo keluar malam. Lo itu harus dugem sekali-sekali. Lo harus menikmati masa muda. Jangan disia-siakan”.

Sering kali gua dapat tawaran nyeleneh seperti itu. Diajak menikmati gemerlap dunia malam. Menikmati masa muda. Dipengaruhi untuk merokok. Mencoba minuman keras.... minuman  dari batu, makanya keras.
Lanjut Baca Terus >>>

Thursday, October 17, 2013

Akankah Selamanya Kelabu?

Kuper. Predikat yang sejak kecil kusandang. Tak ada rasa bangga, melainkan rasa malu yang timbul. Aku bahkan ingin membuangnya jauh-jauh. Seperti borok yang menempel di tubuh. Menguarkan bau tak sedap. Membuat jijik orang sekitar.

Aku bukannya tidak ingin menjalin
Lanjut Baca Terus >>>

Wednesday, October 16, 2013

Buat apa susah-susah sekolah?




“Armaannnnn, bangunnnnn. Udah jam berapa ini. Nanti kamu terlambat kuliah. Cepat bangun!!!”

Mak menggoncang tubuh gua. Sambil nepuk pantat gua pake guling. Selimut ditarik dengan paksa. Buset dah. Baru pagi-pagi udah dapat serangan gini. Dikira gua maling apa?
Lanjut Baca Terus >>>

Friday, October 11, 2013

Fail PDKT

Duarrrr!!!

Suara petir menggelegar. Darah mengalir deras di dalam tubuh gua. Jantung gua langsung olahraga.  Itu suara petir tadi gede banget. Kayak suara bom. Hujan juga turun dengan deras. Gua semakin meringkuk di balik selimut, biar hangat. Memeluk guling.
Lanjut Baca Terus >>>

Monday, October 7, 2013

Menjadi Pembicara Terbaik


Kebanyakan dari kita ketakutan kalau disuruh untuk berbicara di depan umum. Grogi,gugup, dan akhirnya malah demam panggung. Ada yang menggigil di depan, padahal cuaca panas banget. Ada juga yang baru pegang mikrofon, keringatnya udah banjir duluan. Ada juga yang kencing celana saking groginya. Mendadak gagap. Lebih banyak bilang “eeeee” daripada ngomong topik pembicaraan.
Lanjut Baca Terus >>>