Wednesday, February 26, 2014

Pencarian Harta Karun #cerpen



Cuaca hari ini sangat terik. Matahari bersinar dengan garang. Di sebuah kerajaan antah berantah, panas juga menyengat. Raja menyeka peluh yang membanjiri keningnya. Meskipun dia telah dikipasi oleh dayang-dayang, tetap saja dia kepanasan.

Namanya adalah Raja Zega. Dia mendapat kerajaan ini ketika sedang menggosok voucher hp. Setelah dia memasukkan kode rahasia, maka dia mendapat sms dari “Mama minta-minta” bahwa dia telah memenangkan sebuah kerajaan. Suatu cara yang aneh untuk mendapatkan kerajaan.

Namun, belakangan ini dia sering merasa gelisah. Geli geli basah. Karena mengompol.
Sebenarnya dia gelisah karena kedatangan seorang kakek dua hari yang lalu. Kakek itu mengatakan kepadanya kalau di kerajaan ini ada sebuah harta karun. Harta yang akan menjadikan penemunya sebagai orang terkaya di dunia. Kakek itu memberi raja sebuah gulungan petunjuk, tempat harta karun itu dipendam. Setelah memberikan gulungan itu, sang kakek langsung menghilang tak berbekas.

Raja Zega kaget bukan kepalang. Setelah mendapat kerajaan secara cuma-cuma, sekarang dia mendapat petunjuk harta karun. Dia benar-benar beruntung. Nafsu serakahnya menggelora, aku harus mendapat harta karun ini, batinnya.

“NJUK...... LING.......” Teriakan raja membahana ke seluruh istana. Dia memanggil dua orang prajurit kepercayannya. “Huh, dimana sih dua orang ini. Ketika dibutuhkan malah gak ada. Gak dibutuhin, eh wara-wiri di depan mata.”

Njuk dan Ling adalah dua orang saudara kembar yang sama sekali tidak mirip. Mereka bagai pinang dibelah duren. Njuk memiliki badan pendek, namun kekar. Dengan tato “Njuk sayang mama” yang melintang di punggungnya. Wajahnya lumayan. Lumayan ancur.

Sementara Ling, seorang perempuan yang cantik luar biasa. Dia adalah mantan model Victoria’s Sakit. Wajahnya dipahat sempurna, memiliki sepasang mata berwarna Hazel, yang sanggup membuat pria manapun mabuk kepayang. Sayangnya, Ling adalah seorang Hemaphrodite. Memang tidak ada makhluk yang sempurna.

Tidak lama kemudian, terdengar derap langkah kaki. Njuk dan Ling berlari tergopoh-gopoh menghampiri raja. Njuk berlari sambil sesekali menaikkan celananya yang melorot. Sementara Ling berlari sambil memegang smartphone. Dia lagi asik twitteran. Dia ngetwit “Huh raja rese. Gak tau apa gua lagi nonton Putri yang Dibanting. Ganggu aja.”

Setelah sampai di hadapan raja, mereka segera bersujud.

“Ampun, Paduka. Ada apa manggil kami sambil teriak. Kan bisa Ping aja. Sekarang jamannya Burukberry Messanger,” protes Njuk.
“Iya Paduka. Kita harus mengikuti perkembangan jaman,” tambah Ling bersemangat.
“Ping pang ping, gundulmu. Kalian kira aku mau download kayak gituan. Hih. Mending aku download camera 360. Biar makin cakep.”

Jeprett. Raja langsung foto selfie. Mulutnya dimonyongin, matanya melotot. Persis kayak kuda nil lagi PMS. Dia senyum-senyum melihat hasil jepretannya.

“Ngomong-ngomong, saya mau memberi tugas baru untuk kalian, untuk mencari harta karun terpendam di kerajaan ini. Harta karun ini tidak ternilai harganya. Kalau kalian bisa menemukannya, kalian saya beri hadiah.”

“Beneran Paduka? Hadiah apa kira-kira.” Mata Njuk langsung berbinar mendengar kata hadiah. Maklum masa kecilnya  kurang bahagia. Setiap ulang tahun tidak pernah dirayakan.

“Saya akan beri kalian ini.” Raja menjulurkan sebuah tongkat berwarna hitam. Dengan semacam kotak penyangga di bagian atasnya.

Njuk dan Ling bertatapan. Mereka bingung.

“Kalian gak tau apa ini? Huh, dasar kudet. Ini namanya tongsis, cinnn. Bisa buat foto-foto. Kayak gini nih.”
Jepret. Raja kembali berfoto dengan tongsis.
Njuk dan Ling muntah. Mereka ingin segera pergi dari tempat ini.
“Dimana kami harus mencari harta karun itu, Paduka,” tanya Ling.
Raja melempar sebuah gulungan. Njuk menangkapnya dengan sigap. Kemudian membukanya lebar-lebar, “Dear diary. Hari ini aku sedih banget. Aku baru diputusin sama Dina. Dia dilarang pacaran oleh ayahnya. Katanya status sosial kami berbeda. Aku mau bunuh diri aja, diary.”

“Eehh. Kampret. Itu diaryku. Pake dibaca segala lagi. Sini kembalikan.” Raja merebut gulungan itu dengan kasar.
Njuk dan Ling tidak bisa menahan tawa. Mereka tertawa terpingkal-pingkal. Muka sang Raja memerah kayak tomat.

Njuk tertawa paling keras, “Hahahahahakkkk...kkk.kkk.”

Raja menyumpal mulutnya dengan gulungan yang berisi petunjuk asli. “Gunakan gulungan itu sebagai petunjuk untuk mendapatkan lokasi harta. Dan segeralah bawa harta itu kesini. Ingat, jangan buka harta karun itu sebelum sampai disini. Kalau kalian melanggarnya, kalian akan saya taruh di ruangan yang penuh dengan bunga Rafflesia Arnoldi,” ancam raja.

Njuk bergidik.
“Baik Paduka. Kami pergi sekarang.” Ling mengangguk takzim.
“Khamhi undhur dhiri bhaghindha.” Njuk ngomong tidak jelas karena gulungan petunjuk masih nyangkut di mulutnya.

Raja Zega mengangguk.


Setelah Ling dan Njuk keluar dari pintu, raja mengambil sebuah gulungan dan menulis, “dear diary.......”



Bersambung ke bagian 2....



Part 2 nya masih dibuat nih. sabar nunggu ya. hehe. jangan lupa kasih kritik dan saran yang membangun untuk cerpen ini. terimakasih :)
Lanjut Baca Terus >>>

Tuesday, February 18, 2014

Kehebohan yang Bernama Tugas



Kehebohan ini bermula ketika dengan tengilnya dosen gua bilang, “Arman, dimana tugas kelompok kalian?” Sambil tangannya ditengadahkan, kayak juragan lagi nagih setoran.

Gua berusaha mengumpulkan semua ingatan gua mengenai keadaan tugas ini. Dimana nih tugas nyungsep ya? Kayaknya nih dosen ngawur deh. Atau gua yang mendadak amnesia.

“Kalau kalian tidak mengumpulkan tugas ini, maka nilai UAS kalian kosong.”
DEG. Perkataan itu langsung menyadarkan gua. Ini adalah tugas yang bersifat kegiatan di luar kelas. Dan waktu itu gua dan kelompok gua memilih mewawancarai mahasiswa lain di kampus. Tugas ini udah diberikan sejak tiga bulan yang lalu, dan dengan luar biasanya kami belum mengerjakan satu pun. Kami memang mahasiswa penggila deadline.

Gua balik badan. Memandangi kelompok gua satu-persatu. Ada yang main hp, ada yang ngupil, ada yang lagi pacaran, ada yang lagi garuk ketek. Mampus. Kayaknya IP gua bakal menjerit. Bisa-bisa gua dijadiin mumi sama Mak.

“ Tampaknya kalian belum mengerjakan ya? Saya berikan waktu satu minggu untuk mengerjakan ini. Kalau tidak siap, tenang saja. Kita tetap akan bertemu. Tahun depan.”
Gua segera mengadakan rapat darurat. Membahas mengenai tugas ini.

“Menurut kalian, kita bisa gak ngerjakan ini dalam waktu seminggu?” tanya gua.
“Kayaknya kita pasrah aja deh. Tuhan tau yang terbaik untuk kita,” kata Sam. Rasanya gua pengen jorokin dia ke dalam sumur.

“Kita coba aja dulu. Kita pasti bisa kok.” Cindy menguatkan hati kami. Tapi entah kenapa hati gua tetap rapuh. Mungkin karena jomblo. Oke, lupakan ini.

Kami akhirnya sepakat untuk mengerjakan tugas ini. Maka minggu tenang yang seharusnya digunakan untuk bersantai di rumah, malah kami gunakan untuk mengerjakan tugas.

Mulai dari meminjam kamera video ke pihak fakultas. Dimana cobaan datang bertubi-tubi. Ketika kamera sudah ditangan, gua baru sadar kalau batrenya gak ada. Gua lalu balik ke kantor untuk mengambil batre. Penjaganya natap gua kayak “Nih, anak ganggu gua lagi nonton bok*p aja.”

Ketika kami udah siap-siap mau wawancara, ternyata memory card kameranya gak ada. Duh, Gusti. Masak gua harus ketemu sama penjaga mesum itu lagi.

Akhirnya, dengan menahan malu, gua kembali ke kantor untuk mengambil memory card. Kayaknya penjaga tata usaha, udah mau nelan gua bulat-bulat karena gangguin dia mulu. Mukanya ditekuk, bibirnya dilipet, matanya keluar. Seram deh pokoknya.

Kami pun mewawancarai tiga orang mahasiswa. Konsep kegiatan kami adalah, ketika mengedit video, kami akan mengubah pertanyaannya, sehingga jawaban terdengar ngaco dan lucu.

Awalnya, gua kira ini adalah tugas yang mudah. Mudah banget emang. Wawancara doang. Pas mulai mengedit video, bencana datang.

Gak ada seorang pun dari kami yang pinter ngedit video. Dengan kemampuan pas-pasan kami berusaha membuat video yang bagus. Proses wawancara hanya 2 jam, mengedit sampai dua hari. Dan hasil video cuma 2 menit. Itu kampret banget emang. Gua baru tau rasanya kerja di bagian broadcasting.

Tapi dari jerih payah itu, gua belajar banyak hal.
Gua juga belajar, ketika wawancara kita harus memberi jeda ketika mengajukan pertanyaan. Jangan langsung menyambar jawaban narasumber. Supaya, ketika diedit maka suara kita tidak ikut terdengar menimpa jawaban narasumber.

Kalau kamera yang lo gunakan enggak didukung sama mikrofon, maka lo harus sebisa mungkin mendekatkan kamera dengan narasumber. Supaya suaranya kedengeran. Dan satu lagi, pastikan narasumber enggak mengunyah sesuatu. Ntar, malah gak jelas dia lagi ngomong atau malah nyinden.

Dan buat lo yang penasaran, inilah dia hasil kegiatan kami. Masih amatir dan jelek banget. Editannya juga masih parah. Maklum, inilah pertama kali kami ngelakuin hal semacam ini.

Kayaknya gua bisa tersenyum ketika melihat KHS semester ini.


Lanjut Baca Terus >>>

Saturday, February 1, 2014

Obrolan Penuh Mimpi


Beberapa hari yang lalu, paman gua berkunjung ke rumah. Paman gua ini kerjaannya di bidang pengadaan barang-barang untuk rumah sakit. Lumayan berduit juga. Sore-sore, gua ngobrol sama dia. Sekedar bertukar kabar aja karena udah lama gak jumpa.

Obrolan pun berlanjut membahas impian. Dia nanya sekarang gua lagi ngambil jurusan apa, kenapa ngambil itu, kelak mau jadi apa, dan segala hal tentang masa depan.

Paman gua bilang “ kamu tau gak kenapa kita harus menggantungkan impian kita setinggi langit?”
“Supaya gak bisa diambil orang?” jawab gua sekenanya.
Paman gua tergelak. “ Bisa juga. Tapi yang lebih tepatnya supaya banyak perjalanan yang kita lalui untuk menggapainya.”
Gua mangap. Bingung.

“Gini, misalnya kamu menetapkan impian cuma sampai atap rumah. Maka usahamu untuk mencapainya juga tidak akan lebih dari atap rumah. Usaha standar. Tapi ketika kamu menetapkan impian setinggi langit, maka usahamu lebih maksimal. Kamu akan melampaui impian setinggi atap rumah, kemudian melanjutkan impian sampai mencapai langit.”

“Tapi Paman, bukankan lebih sulit untuk mencapai yang lebih jauh. Rintangannya juga lebih banyak,” protes gua.
Dia menggelengkan kepalanya, “Ah, siapa bilang. Itulah pemikiran orang yang tidak mau berusaha. Memang setiap impian pasti ada bebatuan yang menghadang, ada rintangan. Tapi tau gak, kadang kita sendiri yang membuat rintangan tersebut. Seharusnya jalan yang kita tempuh lurus kayak jalan tol, kita malah membuatnya berlubang-lubang.

“Contohnya gimana, Paman?”
“Contoh, kamu adalah seorang pegawai swasta. Seharusnya kamu akan dipromosikan dalam beberapa bulan ke depan. Tapi karena kamu gak sabaran, kamu mulai curang. Mulai korupsi. Mencari jalan pintas. Sehingga melunturkan kepercayaan atasan. Akibatnya kamu dipecat. Lihat kan. Terkadang kita sendiri yang mempersulit diri kita.”

“Ada satu hal lagi yang perlu kamu tau. Semua orang hanya memikirkan akhir dari kesuksesan, punya uang banyak, hidup mapan. Tapi, hanya segelintir orang yang memikirkan proses untuk mencapai kesuksesan. Paman pernah baca buku yang berjudul The Secret. Disitu dikatakan, kalau kita telah bermimpi, maka alam semesta akan membantu kita mewujudkannya.”

“Enak dong kalau gitu. Tinggal santai-santai aja. Maka impian kita terwujud,” kata gua.
Paman gua berdecak. “Kamu ini. Taunya enak aja. Ya gak gitu juga. Tentu saja kita harus berusaha, impian tanpa usaha sama dengan nol. Lagian, meraih sukses itu gampang loh. Kamu tinggal mengubah satu sistem paling mudah, dan semuanya akan berjalan layaknya efek domino.”

‘Sistem yang bagaimana, Paman?”
“Kamu harus merubah diri sendiri dulu. Kemudian hal-hal lain akan ikut berubah. Misalnya selama ini kamu malas, nah ketika kamu merubah diri kamu menjadi rajin, maka prestasimu semakin meningkat. Lalu, kamu mendapat pekerjaan yang lumayan, karena prestasimu. Begitu terus. Seperti efek domino lah pokoknya.”

Disini pemikiran gua mulai terbuka. Betapa impian itu sebenarnya ada dalam genggaman. Tergantung kita mau meraihnya atau tidak.

Gua teringat ketika dulu punya mimpi untuk masuk PTN favorit di Sumatera Utara. Les sampe malam, diskusi dengan mentor, ditambah mengulang pelajaran, semuanya gua lakuin untuk bisa masuk PTN. Gua sadar, kemampuan gua pas-pasan. Dan passing grade jurusan yang mau gua ambil lumayan tinggi untuk ukuran gua.

Ketika ujian, gua lakuin semua yang gua bisa. Dan hanya bisa pasrah dengan hasilnya. Tapi, gua tetap berdoa dan berharap banget bisa lulus.
Sayangnya, Tuhan berkata lain. Gua gak lulus.

Mental gua jauh ke titik terendah. Gua muak melihat buku pelajaran. Rasanya pengen dijual aja ke tukang loak. Gua juga menyalahkan Tuhan. Menyalahkan keadaan, karena gagal mencapai impian.

“Arman. Kamu harus tau, semua hal di dunia ini terjadi karena ada alasan dibaliknya,” kata paman gua.
Ternyata gua curhat tadi sama dia.
“Apakah sekarang kamu masih merasa down?”
Gua menggeleng, “Malah aku bersyukur bisa masuk kampus yang sekarang. Dosennya baik, kawan-kawan juga asik, dan aku semangat belajar karena jurusannya sesuai minatku. Kalau di PTN kemarin, ya sesuai passing grade yang bisa aku capai.”
“Nah kan. Belum tentu kamu merasakan hal ini jika kamu lulus di PTN. Rencana Tuhan selalu indah pada waktunya.”

Gua manggut-manggut.
“Kamu pernah gagal lagi dalam impian?”
“Pernah. Ketika membuat artikel dalam rangka giveaway. Kayak lomba gitu, Paman. Tapi ini untuk blogger.”

“Kenapa kamu gagal?”
Gua mengingat lomba-lomba blog yang gua ikuti. Yang seringkali gagal daripada menang. Pernah sih menang sekali, tapi hadiahnya gak pernah dikirim. PHP.
“Tau kenapa kamu gagal?” tanya paman gua lagi.
“Ya. Karena aku lebih mementingkan hadiahnya ketimbang tulisan yang kubuat. Aku merasa tulisanku sudah bagus dan layak untuk menang. Tidak mau menerima kritik.
“Haha. Permasalahan yang biasa dialami remaja seusia kamu. Trus gak pernah menang lagi?”

“ Pernah dong. Ketika itu, aku mencoba mengabaikan hadiah dan hanya fokus kepada tulisan yang akan aku buat. Berusaha memberi yang terbaik untuk pembaca blogku. Dan hasilnya sama sekali gak disangka. Aku menang juara pertama.”

Ini cerita gua yang menang blog, juara pertama. dapat domain 3 tahun. Yayasan blog
Ada lagi cerita tentang Pergantian cita-cita. Syukurlah ini menang juga.

“Itulah buah kerja keras. Kegagalan pasti akan menempa kamu. Akan memecut kamu untuk terus berjalan. Tapi kesuksesan akan memecut kamu untuk terus berlari mengejar impianmu yang belum tercapai. Tapi ingat, kesuksesan bagai dua mata pedang, akan menjadikan kamu lebih semangat mengejar impian, atau akan menjadikan kamu sombong. Merasa yang terbaik. Berhati-hatilah pada perasaan semacam itu.”

 “Tapi ada satu hal yang tidak boleh kamu lupakan ketika punya impian,” kata paman gua tegas.
“Apa paman?”

“Kamu tidak boleh melupakan Tuhan.”

Disini gua merasa ditampar banget. Betapa gua sering sekali mengabaikan Tuhan dalam setiap impian gua. Hanya mengingat Tuhan ketika susah, itupun menyalahkan. Dan ketika berhasil, gua malah lupa sama sekali dengan Tuhan. Menganggap semua itu adalah hasil kerja keras gua.

“Walaupun impianmu terwujud, tapi tanpa rasa syukur terhadap Tuhan, maka kamu akan merasa hampa. Merasa miskin. Merasa sia-sia. Selalu ikutkan Tuhan dalam setiap impianmu. Dengan begitu, walau kamu gagal, kamu akan selalu merasa kuat, karena pertolongan Tuhan.”

“Iya paman. Aku berjanji akan selalu berserah kepada Tuhan.”


Gua berusaha mencerna semua pembicaraan ini. Meresapkannya ke dalam hati, supaya terus terkenang dalam sanubari. Impian-impian gua perlahan mulai bermunculan satu persatu. Gua bermimpi bisa melakukan ini dan itu, punya ini dan itu, pokoknya segala sesuatu yang gua rasa mustahil.

Karena gua percaya, selagi kita mau berusaha dan tekun, tidak ada yang mustahil. Terimakasih untuk Paman gua, yang karena kebijaksanaannya berhasil memotivasi gua untuk kembali menggantungkan impian setinggi langit.


Kalau lo juga punya cerita mengenai impian lo yang telah tercapai atau sering gagal, yuk share disini. Biar kita sama-sama diskusi.




giveaway-kolaborasi-banner-ii


Update 22 februari.
gua adalah salah satu pemenang giveaway ini. bersama dengan pemenang yang lain. karena hadiahnya ada banyak juga. bukti kemenangan silakan cek pengumumuman disini

Lanjut Baca Terus >>>