Friday, February 20, 2015

[Cerpen] Patok Kayu Misterius



“Gimana persiapannya untuk berkemah besok, Nak? Udah dikepak semua perlengkapannya?”

Ayah tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu. Hana yang tidak menyadari kehadiran Ayahnya, nyaris memekik karena kaget.

“Ih, Ayah. Ngagetin aja. Udah semua kok, Yah. Eh, belum ding. Patok kayu tendanya belum ada. Nanti deh Hana cari ke hutan dekat gunung itu.”

“Emang kamu berani sendirian?” Ayah tersenyum jahil. “Denger-denger disitu ada...”

“Aaaaa. Stop..stop... Gak denger..gak denger.. yee..yee..” Hana menutup kuping.

Ayah tergelak. Dia mengacak rambut anaknya pelan. “Mau Ayah temenin, gak?”

Hana memasang muka cemberut. “Gak deh. Hana bisa sendiri kok.”

“Ciee. Putri Ayah merajuk.”

“Biarin aja. Ayah sih usil.”

Ayah hanya tersenyum. Memencet hidung, lalu mengecup kening Hana pelan.

“Nanti kalau udah selesai mengepak, makan siang dulu, ya.”

Hana mengangguk dan melanjutkan mengepak barang.

***

Peluh mulai mengucur di pelipis Hana. Susah amat sih nyari patok kayu doang. Mana udah mau maghrib lagi, batinnya. Hana memutuskan untuk berjalan sedikit ke dalam hutan lagi. Kalau nggak dapat, Hana akan pulang. Tangannya sudah bentol-bentol digigit nyamuk.

Beberapa langkah berjalan, ada sebuah rumah kecil dari bambu. Seorang kakek terlihat sedang mengumpulkan kayu bakar, sementara si nenek sedang menyapu halaman. Di sini memang banyak warga yang tinggal di dalam hutan. Coba nanya, ah.

“Assalamualaikum, Kakek. Nenek.”

“Waalaikumsalam, Cu.”

“Hehe. Maaf mengganggu nih, Kek. Nama saya Hana. Mau nanya, kira-kira Kakek ada patok kayu yang udah gak dipake, gak?”

Kakek memandang Nenek. “Ada kok, Cu. Itu di samping rumah. Kamu ambil sendiri, ya.” Ada perasaan aneh ketika Hana melihat senyum kakek tersebut. Tapi dia menepisnya.

Hana berjalan menuju samping rumah Kakek. Sebuah patok kayu tersandar disitu. Dia segera mengambilnya. Tiba-tiba, sekelebat udara dingin menerpa wajahnya. Hana memegang tengkuknya. Merinding.

“Terima kasih ya, Kek. Nek.”

“Sama-sama, Cu. Kamu gak mau masuk dulu? Minum teh manis,” ajak si Nenek.

Hana melirik jam dengan gelisah.

“Engg... makasih, Nek. Mungkin lain kali. Makasih patok kayunya, Nek. 

Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.” Mereka menjawab berbarengan.

Hana segera memacu langkah untuk pulang.

***
“Ayah!! Bunda!!”

Hana mengerang lirih. Untunglah kamarnya dengan ruang tamu tidak terlalu jauh. Bunda tergopoh-gopoh menghampiri Hana.

“Kenapa kamu, Nak.” Bunda menyentuh dahi Hana. “Astagfirullah. Demammu tinggi sekali.” Bunda berlari ke luar kamar dengan panik. “Ayah! Ayah! Nyalakan mobil. Hana demam tinggi.”

Ayah tanpa banyak tanya langsung menstarter mobil, dan membopong Hana ke dalam mobil. Mobil segera melaju ke rumah sakit terdekat.

***

Hana cuma berada sehari di rumah sakit. Besoknya, demamnya sudah hilang. Ayah dan Bunda menjabat tangan dokter dengan perasaan senang. Mereka pun pulang ke rumah.

Namun, di rumah kelakuannya mulai aneh. Hana selalu marah-marah kalau ada orang yang lagi ngaji. Bahkan, dia pernah melabrak seorang ustadz yang membacakan ayat-ayat suci kepadanya. Bayangkan, seorang anak kecil yang dulunya manis, berubah drastis.

“Sepertinya anak ibu telah kemasukan jin penunggu hutan,” ujar ustadz tersebut.

Makanan Hana sekarang berupa telur mentah. Kadang diselingi dengan kopi dan rokok. Ayah dan Bunda semakin frustrasi. Tiap malam mereka bersujud kepada Allah. Meminta agar anaknya kembali normal. Sujud yang bercampur isak tangis.

***

“Ayah....Ayah... Hana tidak ada di kamarnya.” Ibu menjerit histeris. “Ayah!!!”

Ayah yang mendengar jeritan Bunda langsung berlari ke kamar Hana. Mengecek keadaan. Mengacak-acak lemari. Memeriksa kolong tempat tidur. Nihil. Ayah segera mencari ke luar dibantu oleh tetangga sekitar.

Jam 9 malam mereka kembali. Menyerah. Hana tidak ada dimana-mana.

Ayah terduduk lesu di bawah pohon mangga di halaman rumah. “Dimana kamu, Nak?”

Ayah mengerjapkan mata. Berusaha menahan tangis. “Ya Allah. Beri petunjuk-Mu.”

Ayah menengadah ke atas.

“Astagfirullah. Hanaaa. Ya Allah. Hana. Sedang apa kamu di atas situ, Nak.”
Hana duduk di batang pohon mangga tersebut sambil menyisiri rambutnya. Tembang sinden jawa mengalun dari bibir mungilnya.

Dibantu warga, Hana pun dibawa kembali ke dalam rumah. Wajahnya pucat pasi. Tak ada ekspresi. Dia hanya terus menyisir rambutnya. Ayah menenangkan Bunda yang menangis tanpa henti. “Cobaan apa yang sedang Kau beri, ya Allah,” Bunda memukul-mukul tembok. Membuat ngilu hati siapa saja yang melihatnya.

***

Esoknya, 10 orang kyai duduk mengelilingi Hana. Bunda menggenggam erat tangan Ayah. Ayah tersenyum menguatkan.

Para kyai mulai membacakan Al Quran dari segala macam surat. Hana bergeming. Dia malah tersenyum mengejek. Seorang kyai membuka percakapan.

“Assalamualaikum”

“Hihihi. Waalaikumsalam, Pak Kyai. Sudah lama tidak ketemu.” Nada suaranya berubah menjadi seorang wanita tua.

“Siapa kamu? Mau apa kesini?

“Aku suka anak ini. Mau gimana pun kalian ngusir aku. Anak ini gak akan balik lagi. Anak ini sudah tiada.”

Ayah dan Bunda bagai disambar petir. “Hana.... Hana....Ini Bunda, Nak.” Bunda menangis meraung-raung. “Astagfirullah. Kembali sama Bunda, sayang.”

Pak kyai menghela napas panjang. Dia meminta ayah untuk membujuk agar jin ini keluar. Ayah memandang Bunda. Lama sekali. Dia mengusap air mata di wajah istrinya. “Doain Ayah, Bun.”

Ayah beringsut menuju tempat Hana sedang duduk. Hana memandang Ayah sambil cekikikan. Menyeramkan. Dia kembali mendendangkan sinden jawa.

“Neng. Ini Ayah. Sudah atuh jangan kaya gini terus. Ayah cape. Ayah kerja gak tenang. Banyak kerjaan belum beres harus Ayah bawa pulang. Di tempat kerja, Ayah teringat terus sama Neng. Kata Neng kalau ulang tahun ke-11 pengen diadain syukuran disini,kan.” Ayah menyeka air mata yang mengalir di wajahnya.

“Eneng mah sekarang sombong sama Ayah. Gak mau ngobrol lagi sama Ayah. Biasanya tiap berangkat sekolah pasti nyium pipi ayah. Di rumah sepi gak ada Neng. Walaupun badannya ada, tapi Ayah juga ngerasain kalau di rumah teh tanpa Neng. Neng teh kemana atuh Neng? Kemana?” Bahu Ayah terguncang-guncang.

Alunan tembang jawa mulai melemah. Hana menatap Ayah dengan tajam. “Percuma saja kau mencoba. Hihihi.”

“Ayah kangen pisan pengen dicium lagi sama Neng kaya waktu itu. Tiap Adzan, kalau Neng nangis, hati Ayah teh sakit Neng. Kalau emang Neng mau pergi, datang aja bentar kesini. Ayah pengen  denger suara Neng buat yang terakhir.” Ayah menggengam tangan Hana. Lalu memeluknya sambil terisak-isak. “Sebentar saja, Neng.”

“Arrggghhhhhhhh.............” Hana tiba-tiba menjerit keras sekali. Badannya kejang-kejang. Tak lama, dia pingsan. Para kyai mulai mengaji kembali. Sekitar setengah jam, Hana pun siuman. Dia diberikan air doa terus dibopong ke kamar. Semua warga disitu tidak berhenti mengucap Alhamdullilah. Ayah dan Bunda sujud syukur.

“Terimakasih Gusti Allah. Terimakasih telah mengabulkan doa kami.”

Patok kayu yang diduga menjadi tempat persembunyian jin tersebut, dibawa pulang oleh para kyai. Mereka akan menyimpannya di tempat yang aman. 

Ayah memeluk Hana dengan erat. "Ayah senang kamu kembali, Neng."

Seulas senyum menghiasi wajah Hana. Bibirnya lalu mengerucut. Bersiul.

Sebuah alunan nada tembang jawa mengalun pelan.

Tamat.

Cerita ini dibuat dalam rangka #memfiksikan. Kali ini temanya horor. Kisah di atas adalah kisah nyata yang dialami oleh salah seorang temanku di Line. Tentu saja aku sudah minta izin untuk meminjam kisahnya, dan melakukan perubahan sesuai gayaku.

Semoga cerita ini tetap dapat dikategorikan sebagai horor. Meskipun feel seramnya gak terlalu dapet kayaknya. Hahahaha.

Tenang saja. Ending di kehidupan nyatanya bahagia kok. Gak kayak di atas.

Gimana tanggapan kalian terhadap kisah di atas? Komentar dong. Kalau ada yang pernah ngalamin kisah horor juga, yuk ceritain ke kita.

Salam Asal.







42 comments:

  1. Oiya, frustrasi, Man. Bukan frustasi. Kurang r ituh. Yah. Hana-nya kemana? Kok, malah nyinden lagi? Arman tahek. Gue merinding bacanyaaaaaaa. :(
    Mantaaap!

    ReplyDelete
    Replies
    1. lo udah mulai berubah menjadi Tiwi deh kayaknya. -_-
      tapi, makasih sih. haha

      masa sih bikin merinding. Emang ada setan beneran kali di samping lo pas baca

      Delete
  2. AAAAAAAAAAAAAAHHH SEREM! :(((
    BENCI SAMA YANG NYINDEN-NYINDEN GITU.
    Pasti kuntilanak.
    Aku pernah liat yang kesurupan nyinden gitu, tetangga aku. Ah sudahlah. Merinding.

    Btw, nice ceritanya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. masa sih serem?
      wih. coba dia diundang ke ovj gitu ya untuk nyinden. haha.

      sip. makasih ya

      Delete
    2. Iye, serem.
      Untung OVJ-nya udah bubar. :))

      Sip, sama-samaa.

      Delete
  3. FEEL SEREM NGGAK TERLALU DAPET KATANYA? OMAGA.
    Gue aja baca ini ikut merinding. Apalagi pas yang nyinden. Anjir itu horror abis .___.

    ReplyDelete
    Replies
    1. semua pada takut dengan sinden nih kayaknya. haha. untung gak gua kasih liriknya ya

      Delete
  4. Serem, Man. Kayak lo. :( Besok, blog lo pake iringan lagu sinden. Biar makin horror. . . *kabur

    ReplyDelete
    Replies
    1. nanti lo malah betah lagi kalau gua make lagu itu

      Delete
  5. Sambil play 'lingsir wengi' asik nih bacanya.. oke banget cerpennya, honornya dapet, lumayan bikin merinding shuffle.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hooh. tadinya mau ngasih bacaan lingsir wengi. tapi gua takut. hahaha. gak jadi deh

      Delete
  6. Karena gue pernah ngeliat langsung kejadian kayak gitu, ya gue ikut ngerasain deg deg-annya. Kecuali yang nyinden, aku ketawa soalnya pas kejadian itu.

    Gue bersyukur endingnya begitu, karena orang sembuh dari kesurupan dengan alasan mendengar ungkapan hati bapak itu hanya ada di serial drama dan anime. *meski ada bantuan doa-doa* *gak tau deh kalo itu beneran bisa, karena beberapa kali gue ngeliat yang kayak gitu gak pernah berhasil*

    Ini lagi, itu ngapain ada 10 orang kiai? Kebanyakan dan gak akan terjadi biasanya. Meskipun banyak mengundang orang, paling banyak itu dua kiai yang menangani atau 1 kiai dan 9 muridnya, sisanya menunggu giliran kalo sebelumnya gagal. Itu aja sih menurut gue.

    Seperti biasa, kalo udah bikin cerpen, alur dan narasi yang lu bikin selalu ngalir. Asik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. lo ketawa denger sinden? buset.

      sebenarnya endingnya emang kayak gitu. dia tersadar setelah ayahnya ngungkapin isi hatinya. dan 9 orang kyai itu juga beneran. mereka datang dari berbagai daerah. cerita awalnya lebih seram sebenarnya, tapi gua skip.

      Delete
    2. eh serius ketawa pas denger yang kesurupan nyinden? *unik banget nih orang* . Hmm, jadi penasaran cerita aslinya, kak. Untung gue bacanya pagi jadi gak horor-horor amat. Iya bener nih, baca cerita kak Arman asik banget..

      Delete
  7. KAMPRET!!! GARA-GARA BACA INI SEMALEM, GUE JADI NGGAK BISA TIDUR SAMPE PAGI, MAN:((

    Soalnya pas lagi baca ini, gue ngerasa ada yang lagi ikutan baca juga. Tapi, gue nggak tau itu siapa:(

    ReplyDelete
    Replies
    1. serius gak bisa tidur sampe pagi? lo mikirin gua kali. hahaha.

      hayoooloh

      Delete
  8. Gue tau cerita aslinya sih Min. Tapi, endingnya lo rubah jadi kampret banget. Gue kalo jadi bapaknya yaaa pasrah...


    satu sih yang gak gue suka. KENAPA PAKE NAMA HANA??? KENAPA COBAK??! AH ELAH! GUE GORENG LO!!!

    ReplyDelete
  9. itu si Hana masih kerasukan ya? Ada sequelnya nggak nih?

    ReplyDelete
    Replies
    1. sayangnya gak ada. cerita ini tamat sampai disini. iya, dia masih kerasukan

      Delete
  10. Semi2 horor ya...mampir juga ke www.gembulnita.blogspot.com ya

    ReplyDelete
  11. Coba endingnya hana bersiul intro lagu patience - GNR, pasti bagus

    ReplyDelete
  12. Pas dikasih tau ini cerita asli, baru deh gue langusung merinding...

    ReplyDelete
  13. Ini serem! Awalnya gue baca sok cuek, lama-lama kok menarik. Tapi tetep: serem. Endingnya sih gue bisa bayangin maksudnya gimana, cuman kayaknya ada yang "miss" aja rasanya. Tapi overall, well seremnya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kelamaan jomblo sih. jadi malah cuek mulu.
      ada yg miss ya? mungkin di bagian penjelasan detil ttg kerasukannya

      Delete
  14. Serem... bro. Gue penakut, jadi tambah penakut.

    ReplyDelete
  15. Ini beneran pernah kejadian di dunia nyata? Baca tulisannya aja udah lumayan serem, apalagi yang ngalamin beneran... Ya Allah :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya. ini benaran. jadi hati-hati ya. jgn sampe kejadian sama lo

      Delete
  16. Gue kok sama kayak shakti. Awal baca biasa aja, tapi semakin lama gue terhanyut baca kisah ini. Dan ending ya ga bisa gue percaya, ternyata diambil dari kisah nyata pula. Subhanallah. Tapi dalam kisah aslinya, apa benar seorang kyai ga mampu mengeluarkan jinnya, Ga? Kok gue kalo nonton dunia lain kayaknya gampang gitu. Hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. mungkin lo dan Shakti adalah jodoh.

      hooh. 9 orang kyai itu emang gak bisa ngeluarin tuh jin. kuat dia. lo kebanyakan nonton horor settingan sih

      Delete
  17. Buset.. Serem amat ceritanya, tapi seruuuuuu! :D

    Kasian Hana. Ngga bisa balik lagi yah? :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. seremnya bikin nagih gitu?
      sayangnya nggak. dia udah tenang

      Delete
  18. Emmm, gak tau kenapa, tapi buat aku yang tingkat penakutnya paling tinggi sedunia, kok malah gak serem ya.

    Ini emang siang-siang dan di rumah lagi rame. Tapi kalau narasinya bagus, biasanya seterang apapun suasana, aku bakal ketakutan setengah mati.

    Penuturannya tetep bagus, tapi deskripsi horornya kurang dapet dek.

    Banyakin baca cerita horor coba.

    Kalau emang niatnya cerita misteri biasa sih ini bagus, tapi kalau pengennya nakutin orang ini kurang dapet deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah. aku masih kurang jago di deskripsi kak. masih terus belajar nih. hehe. makasih kritiknya ya

      Delete
  19. waah serem gilaa mas,
    saya bacanya sampek kebawa hehe. waah nambah lagi nih refrensi buat bikin cerita horror. lama gak bikin sih :D

    ReplyDelete
  20. kalo di hutan bukannya gampang nyari patok? tinggal nebang semak atau ranting pohon. masak maunya yang sudah jadi patok, ya enggak ada lah. jadi enggak logis ceritanya.

    masalah tembang jawa (yang dipersepsikan pembaca sbg lingsir wengi) mengganggu bagiku. lha aslinya lingsir wengi itu isinya tolak bala. enggak mungkinkan sunan kalijaga--yang notabene seorang ulama--nyiptain tembang pemanggil setan.

    maaf, aku #gagaltakut :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. karena cerita ini dari kisah nyata, ya aku mengikuti saja. mungkin karna anak-anak, jadi pola pikirnya pengen langsung dapet yang udah jadi patok.

      kalau masalah tembang jawa, itu karena dulu aku nonton film kuntilanak, dan ada tembang jawa yang mengalun, gak lama kemudian mbak kuntinya nongol. jadi aku berasumsi itu semacam pemanggil setan.

      gapapa kok #gagaltakut. asal bukan #gagalmoveon aja

      Delete

Berkomentarlah sebelum berkomentar itu diharamkan