Saturday, July 5, 2014

[Cerpen] Allah. Ampuni Hamba




Jarum jam masih bergerak lesu. Enggan berpindah dari satu detik ke detik yang lain. Jam ini kami temukan di pembuangan sampah. Syukurlah kondisinya masih layak pakai. Lumayan sebagai pengingat waktu bagi kami.

Adikku masih tertidur sambil memegangi perutnya. Aku mengusap pipinya yang dekil. Dia nampak damai sekali ketika tertidur. Tiba-tiba dia terbangun, mengerjap berkali-kali, lalu menatap bola mataku. “Kak. Nanti kita buka puasa dengan apa?”

Kusungging sebuah senyum menenangkan, “Nanti Kakak cari. Sekarang kamu tidur aja dulu. Buka puasa masih 2 jam lagi.”

Matanya berbinar, dia bangkit dan memelukku, “Aku sayang Kakak.”

Tidak biasanya dia bertingkah begini. Aku balas memeluknya sambil mengusap puncak kepalanya, “Kakak juga sayang kamu.” Sebutir air mata menggenang di wajahku.

Adikku pun tertidur lagi dalam pelukanku.
***
Deru kendaraan bercampur dengan suara klakson. Bising dan memekakkan telinga. Aku menoleh ke kiri dan kanan, memastikan jalanan aman untuk menyeberang. Kosong.
Aku berlari secepatnya menuju seberang jalan.

Sorot lampu mobil tiba-tiba muncul dari tikungan..

TINNNNN.

Rem berdecit. Aku terjatuh ke pinggir jalan karena kaget. Ban mobil yang besar itu nyaris menjadikanku adonan kue.

“Woi, kalau jalan liat-liat lah. Emang ini jalan punya moyangmu?” Seorang lelaki bertubuh besar berteriak sambil mengacungkan jarinya kepadaku

“Sabar, Mas. Ingat lagi puasa.” Seorang wanita menepuk pundak pria itu perlahan.
“Cih. Dasar gembel.” Dia meludah.

Mobil itu kembali melaju. Meninggalkanku yang masih terduduk lemas. Jantungku berdegup kencang. Apa jadinya kalau aku sampai tertabrak. Aku mengurut dada perlahan, aku sudah biasa diperlakukan begini. Itu bukanlah masalah besar. Kutahan air mata yang ingin meloncat keluar. Kugantikan dengan senyum. Adikku menunggu makanan ini.
***
Adzan Maghrib telah terdengar. Ditingkahi suara bedug. Aku mengucap syukur.

“Dek. Bangun. Ini kakak bawakan makanan.”
Adikku menggeliat dari tidurnya. Dia tidur sangat nyenyak. Hidungnya mengendus-endus.

“Sudah boleh berbuka ya, Kak?”
Aku mengangguk.
Dia segera membuka bungkus makanan yang kubawa.
“Berdoa dulu, Dek.”

Dia menengadahkan tangan dan berdoa. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Dialah satu-satunya penghiburku. Hiburan dari segala kemiskinan yang kami alami. Penyemangatku ketika aku merasa frustasi. Dia bahkan mengizinkan aku menangis di pundaknya, ketika aku teringat akan kematian orang tua kami, 5 tahun silam.

“Makanannya enak banget, Kak. Pasti ini makanan mahal ya? Kakak mendapat pekerjaan hari ini?”
Aku hanya mengangguk sambil ikut makan. Adikku makan dengan lahap. Ya Allah, semoga Engkau tak berkeberatan dengan makanan kami.

“Sudah, Dek. Kita sholat dulu. Nanti kalau masih lapar, kamu boleh lanjut makan.”
Dia mengangguk dengan enggan. Tapi toh, dia mengikutiku juga.

***

Aku menyusuri setiap jalanan. Memasuki setiap gang. Melongok ke dalam tong sampah, berharap ada secuil makanan. Aku memandangi seekor kucing yang diberi makan nasi beserta lauk pauk yang lengkap oleh seorang wanita paruh baya.
Bahkan kehidupan kucing lebih baik dari kami.

“Heh. Ngapain lihat-lihat. Pergi sana,” usirya  kasar. Dia berteriak sambil mengacungkan sapu ijuk. Tanpa diperlakukan seperti itu pun, aku akan pergi.
Aku berlalu dari tempat itu. Menuju sebuah rumah makan. Aku berbelok menuju pintu belakang, tempat mereka biasa membuang sisa makanan.

Seorang pria keluar dari pintu. Membawa sebuah nampan, dimana lauk pauk masih banyak terhidang. Mungkin pembelinya memesan terlalu banyak. Atau mereka hanya membeli untuk menghamburkan uang. Entahlah. Aku tidak bisa mengerti jalan pikiran orang kaya.

Pria itu membuka tutup tong sampah.

“Pak. Bolehkah sisa makanan itu untukku? Kami tidak memiliki uang untuk membeli makanan buka puasa, Pak,” pintaku sambil memegangi kakinya.

Dia mengamatiku baik-baik sambil menutup hidung.
“Heh. Gembel. Kalau mau dapat makan itu ya berusaha. Jangan cuma meminta-minta. Tunjukkan sedikit usahamu.”

Dia lalu membuang seluruh makanan di nampan itu ke dalam tong sampah. “HAHAHAHAHA. Dasar pengemis.”
Dia kembali ke dalam rumah makan tersebut sambil tertawa keras. Bahunya berguncang-guncang.

Aku menatap tong sampah itu. Membuka tutupnya. Aroma tak sedap langsung menyerbu hidungku. Kupungut sebuah plastik dan selembar daun pisang, lalu memasukkan makanan itu ke dalamnya. Mengapa mereka bahkan tidak bisa memberi kami sampah yang lebih yang layak?


Tidak apa. Aku bisa membersihkan makanan ini nanti. Adikku pasti girang. Ya Allah, salahkah perbuatanku ini?

T A M A T



Semoga pesan moral cerita ini dapat tersampaikan. Segala kritik dan saran sangat gua butuhkan :)


25 comments:

  1. Keren. Tapi ada yang miss. Umur tokoh aku berapa dan si adiknya juga berapa? Kok sebegitu sengsaranya.... kemana bapak ibunya? Jadi simpatinya nanggung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ceritanya sih mereka hidup berdua aja. gak ada orangtua. udah meninggal. oke aku edit deh ya.
      kok bisa simpati nanggung kalau orang tua gak ada?

      Delete
  2. bagus cerpennya, ada pelajaran yang bisa didapet.
    agak ngeri juga sih ngebayangin adeknya makan makanan dari tong sampah

    ReplyDelete
    Replies
    1. hooh. bersyukurlah yang bisa berbuka puasa dengan nikmat

      Delete
  3. Bagus, Mas, bagus sekali. haru bacanya, betaba besarnya kasih sayang sang kakak, di tengah keterbatasan yang mereka miliki.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yah. semoga ini mengajarkan kita untuk lebih peduli :)

      Delete
  4. keren..dua jempol buat penulis

    ReplyDelete
  5. Wih bagusss ceritanya. Kalo bayangin penderitaannya itu rasanya ... :')

    ReplyDelete
  6. Terharu banget, men. Keren, tapi ya gitu... kesian adeknya nanti kalo dikasih makanan itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yah, kecuali lo mau bantuin kasih makanan sih, men

      Delete
  7. saya berkunjung untuk yang pertama
    salam kenal dan happy blogging
    heheh

    ReplyDelete
  8. wuuiiiiih.... keren banget cerpennya :") terharu gue.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini pada serius terharu semua ya? apa pencitraan?

      Delete
  9. terharu gue bacanya :') bagus banget man cerpennya, sarat makna..

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah. kunjungan pertama lo kesini malah sedih sedih

      Delete
  10. sebagai manusia yang lebih beruntung kita harus lebih banyak bersyukur dan jangan mengeluh :') pesannya tersampaikan kok, bang.
    bagus dan bermakna :')

    ReplyDelete

Berkomentarlah sebelum berkomentar itu diharamkan