Selama bulan Juni dan Juli, sepakbola Indonesia
riuh dengan datangnya tim-tim besar dari liga Inggris. Setelah kedatangan
timnas Belanda,menyusul Arsenal,
Liverpool dan Chelsea. Rasanya sangat luar biasa menyaksikan pemain dengan
kualitas kelas dunia menjajal kemampuan pemain timnas. Ini tentunya bisa
menjadi latihan yang akan meningkatkan kualitas timnas kita.
Nah, gua gak akan bahas mengenai
pertandingan-pertandingan tersebut. Lo pasti uda pada nonton kan di TV. Gua
nulis ini untuk membuka pikiran para penikmat sepakbola yang sudah berkurang
rasa cinta kepada Sang Garuda. Begitu tim kesayangan datang dari Inggris sana
maka berbondong-bondonglah fans tim masing-masing ke GBK. Bukan untuk mendukung
Garuda, tapi untuk membela tim kesayangan masing-masing. Ironi memang.
Kalau biasanya GBK selalu merah, maka kini menjadi
warna-warni. Chants Indonesia juga sepi terdengar. Kalah oleh gemuruh suara
suporter yang meneriakkan nyanyian klub masing-masing. “Garuda di Dadaku” yang
biasanya lantang terdengar, kini hilang. Sungguh, dimanakah semangat
nasionalisme kita?. Indonesia menjadi tuan rumah,namun rakyatnya sendiri malah
mendukung tim lawan. Yah, gua tau lo fans dari tim-tim tersebut, tapi mereka
tidak sedang berlaga di EPL, mereka berlaga di hadapan Sang Garuda, dan lo
memilih menyemangati tim-tim EPL tersebut di banding negara lo sendiri? Fakk
men.
Apalagi pas gawang Indonesia dijebol dan lo ikut
teriak kesenengan. Ikut merayakan gol tersebut. Padahal yang kebobolan adalah
negara lo sendiri. Dimana otak lo, men. Ngehina negara lo sendiri. Lo pasti gak
yakin Indonesia bisa menang kan?. Gimana
sepakbola Indonesia mau maju kalau fans nya aja pada pesimis gitu. Lo itu
seharusnya ngedukung timnas. Bangga pasti rasanya jika bisa menahan imbang
tim-tim besar tersebut, apalagi jika bisa sampai menang karna suntikan tenaga
dari lo yang tidak henti-hentinya bergemuruh menyemangati Garuda, bukannya
malah menyemangati tim lawan.
Pas lawan Belanda, Indonesia kalah 0-3. Tapi
Indonesia tetep banjir pujian, terutama kipernya Kurnia Meiga. Meiga beberapa
kali mementahkan usaha penyerang Belanda semacam van Persie, Robben dan
Sneijder. Meiga berjibaku, “terbang” kesana kemari untuk menghalau bola. Bahkan
Robin van Persie, penyerang top dari MU gagal menjebol gawang Indonesia. Bangga
menjadi orang Indonesia.
Menghadapi Arsenal, Garuda takluk 0-7. Tapi gua gak
melihat itu sebagai cacat . Usaha para pemain yang ekstra keras, layak diacungi
jempol. Lo sama sekali gak pantes
ngehina timnas. Macam lo bisa main lebih baik dari mereka. Kalau lo lebih baik
dari mereka, seharusnya kan lo yang lagi berlaga disana. Betul kan logikanya?
Jangan cuma bisa komentar aja deh.
Setelah pertandingan timnas melawan Arsenal, salah
seorang kawan gua yang nobar nyeletuk gini
“ Ah, kancut. Kalah lagi. Ini Meiga kebanjiran
pujian sih pas lawan Belanda. Makanya melempem gini. Uda besar kepala dia.”
Omelnya sambil membanting botol minuman. Gua cuma liatin dia dengan pandangan
sinis.
“Emang lo bisa main lebih baik dari Meiga? Kenapa
gak lo aja jadi kiper? Jangan bisa komen aja lah.”
Habis gua bilang itu, dia hanya diam. Cemberut.
Gua gak habis pikir, kenapa kita terus menganggap
remeh kemampuan timnas. Mereka memang kalah. Kita akui, kualitas timnas jauh di
bawah mereka. Tapi itu gak menjadikan alasan untuk menghina timnas sendiri.
Sepakbola Indonesia emang kacau. Kacau banget malah. Birokrasinya gak becus.
Tapi kalau timnas yang main, mari kita merahkan senayan, Bung. Walaupun yang
datang adalah tim kesayangan dari liga top Eropa. Jangan mengendurkan semangat
nasionalisme hanya karena itu. Karna bagi gua sekarang, hanya sepakbola lah
yang bisa menyatukan bangsa ini. Karena sepakbola adalah bahasa universal yang
bisa dinikmati semua orang.
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah sebelum berkomentar itu diharamkan