Tuesday, March 25, 2014

(Terpaksa) Melepasmu #cerpen



Hujan masih mengguyur. Mengembuskan kesejukan ke tiap-tiap hati. Tapi, mungkin tidak ke hatiku. Kutatap wanita dihadapanku. Wanita yang telah bersedia berbagi canda tawa, suka duka, senyum amarah, selama satu tahun ini.

Kuberanikan diriku mengucapkan kata-kata, yang kurasa terkutuk ini.
“Nia”.

Dia menoleh pelan. Mengalihkan pandangannya dari hujan, kemudian menatap manik mataku dengan lembut. Ya Tuhan, aku tidak tega mengatakannya.

“Kurasa sebaiknya...”
Kalimatku menggantung di awang-awang. Dadaku berdegup kencang. Beberapa butir air hujan singgah ke wajahku.

“apa sayang?” tanyanya lembut.

“Kita lebih baik...emmm...putus saja..” 

JDERR. Petir menyambar di kejauhan. Tapi rasanya dekat sekali.

Aku menggigit bibirku. Kuberanikan menatap wajahnya. Hatiku semakin teriris.

“Kenapa? Kukira kita baik-baik saja?” air mata mengalir dari pelupuk matanya. Air mata yang biasanya tidak kuizinkan untuk berlabuh di wajahnya.

“Tidak. Kita tidak bisa terus-terusan seperti ini.”

“Tapi kamu sudah berjanji untuk terus bersamaku. Kamu sudah janji, Rian. Sudah janji. Janji”. Pukulan pelannya di badanku tidak kuhiraukan. Aku ingin mendekapnya, dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Tapi, itu hanya menjadikan keadaan bertambah buruk.

“Maafkan aku, Nia. Aku bukanlah pria yang tepat untukmu.”

Aku beranjak dari tempat dudukku. Hujan masih mengguyur. Nia masih menangis. Tapi suara tangisannya tidak keluar. Dia menangis dalam hati. Ya Tuhan, benarkah keputusan ini?

 Hatiku luluh lantak. Hujan adalah saat kesukaan kami. Tapi, hari ini berubah. Hujan berubah menjadi duka.

Kuambil jaket dan menerobos keluar. Kutahan air mata ini supaya tidak meluncur. Aku adalah lelaki. Dan suatu kepantangan untuk menangis. Rinai hujan mencubit kulitku. Mungkin sebagai hukuman karena telah menyakiti hati seorang wanita.
Ini adalah keputusan terbaik!

***

Sudah satu bulan berlalu. Kami masih sering bertemu di kampus. Sangat tidak enak rasanya, memiliki seorang mantan di kampus yang sama. Kami saling menjauh. Mungkin lebih tepatnya, akulah yang menjauh. Aku yang menciptakan jarak, supaya rasa cinta kepadanya, perlahan-lahan terbunuh.

“Kau udah putus sama Nia?” tanya Wawan, sahabatku.
“Udah. Sebulan yang lalu.” Aku menekuri buku bacaanku. Berusaha mengalihkan perhatian.

“Ah. Bodoh benar kau ni. Cewek secantik itu kau sia-siakan.”
“Masih banyak cewek yang lain, Wan. Wanita bukan cuma dia saja.” Aku menyangkal hati.

“Macam banyak kali yang suka sama kau, kenlap.”
“Daripada kau, masih jomblo, dasar ketombe ikan. Hahaha.”
“Eh, Yan. Kemarin Nia curhat samaku. Dia masih kangen samamu. Dia galau berhari-hari, Yan. Bayangkan saja itu.” Rini, sahabatku yang lain, ikut menimpali.

“Ah yang  benar? Ekhm maksudku, waktu pasti mengobati semuanya kok, Rin.” Susah payah kutahan rasa ingin tahu yang menggelegak.

“Hati wanita gak segampang itu bisa diobati, Yan. Oleh waktu sekalipun. Satu tahun kisah kalian bukan waktu yang singkat. Pasti banyak kenangan yang mau tidak mau akan muncul keluar.”

Aku terdiam. Sialan dua orang ini. Kenapa mereka malah menyalahkanku?
 “Tapi kenapa kalian jadi menjauh? Bukankah dulu pernah akrab. Putus cinta tidak berarti putus tali silaturahmi, Yan,” kata Wawan.

Satu lagi perkataan yang berhasil meninju ulu hatiku. Aku tergagap mencari pembenaran.

“Tidak usah mengelak, Yan. Resapi saja kata-kata kami tadi.” Wawan menepuk pundakku pelan. Rini tersenyum menguatkan.

Beginilah kalau sudah bersahabat bertahun-tahun. Mereka  bisa menebak jalan pikiranku.

***
Suatu senja. Aku berjalan-jalan di taman kampus. Sekedar membuang penat karena kecapekan mengadakan penelitian.
Aku menarik napas dalam-dalam. Aroma rerumputan segar, bercampur dengan aroma mawar di kebun bunga.

Sayangnya aroma ini tercemar dengan bau kotoran ayam. Kampus ini memang beternak ayam sebagai bahan praktek mahasiswa peternakan.
Aku berjalan lagi sambil sesekali merenggangkan badan.

Di ujung jalan, Nia juga berjalan ke arahku. Sial.

Aku celingak-celinguk berusaha mencari tempat persembunyian. Tapi tidak ada tempat yang bisa menyembunyikan badanku. Baiklah, sepertinya aku harus menghadapinya kali ini. Kuhembuskan napas, dan kukuatkan hatiku.

Nia terlihat sangat cantik dalam balutan baju gamis, dengan jilbab yang menudungi kepalanya. Ah, kenangan tentang kisah kami dulu mulai berseliweran di kepalaku. Betapa dia menjadi lebih cantik sekarang. Perasaan ingin memilikinya kembali membuncah, bagai ombak.

Ternyata Nia tidak sendirian. Dia bersama seorang cowok. Cowok yang tegap, dengan perawakan sederhana. Lumayan tampan. Kuakui itu.

Dia menggandeng Nia yang terus tersenyum kepadanya. Ah, ada sedikit rasa cemburu menggelayut di hatiku. Rasa cemburu yang berbalut rasa kangen. Ya, sudah dua bulan ini aku tidak bertemu Nia karena sibuk penelitian.

Mereka semakin mendekat. Kufokuskan pandanganku ke depan. Tidak ingin membuat kontak mata dengan mereka. Leherku menegang. Dengan ekor mataku, kuperhatikan Nia sempat melirik ke arahku, kemudian tersenyum sopan.

Ah, dia sudah berhasil melupakanku. Entah kenapa aku merasa sedih.

Tapi, mereka ternyata berbelok menuju masjid. Hendak shalat maghrib mungkin.
Aku tersenyum dalam hati. Kukeluarkan kalung salib dari balik bajuku. Kutelusuri pahatan patung itu dengan ibu jari. 

Kau sudah menemukan yang terbaik, Nia, batinku.

Kumasukkan lagi kalung tersebut. Dan kemudian aku menengadah menatap langit, Bapa, kehendakmu jadilah.


 Gimana menurut kalian cerpennya? silakan kritik dan saran ya. atau ada juga yang pernah mengalami kisah cinta yang kayak gini. silakan berbagi :)

53 comments:

  1. Keren bro ceritanya, ku akui itu hehe
    Nggak bakal ngerti kalo aja gua nggak baca sampai akhir, terpaksa melepas karena beda keyakinan

    ReplyDelete
  2. keren.. Rasanya itu.. Rasanya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. rasa apa ?
      komen lo kapan sih bener, der?

      Delete
    2. Dan ternyata penyebabnya adalah iman yang berbeda. :')
      Menyentuh. Jadi sedih, karena pengalaman yang sama pernah ku rasakan. Haha...

      Delete
  3. udah ahlinya emang ya kalo soal twist ending gitu kak? haha keren keren! :D
    oh iya, ada kata-kata yang agak keliru tuh, bukan "menghembuskan" tapi "mengembuskan". "Sekedar" harusnya "sekadar", "nafas" harusnya "napas", "mesjid" harusnya "masjid" hehe :p
    bedewe, dapet umpatan baru dari baca cerpen ini; ketombe ikan. xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. oh. kata-kata baku gitu ya? wah kurang paham sih. makasih kritiknya. gua ganti deh ini

      Delete
  4. endingnya dramatis.. keren kak keren :)))

    ReplyDelete
  5. Bagus Ga.... emang jago kalo elu bikin cerita yang nyentuh hati....

    ReplyDelete
  6. Ceritanya bener - bener nyentuh hati, Ga. Mata gue sampe berkaca - kaca loh pas baca cerpen lo ini :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. tapi gak nangis beneran kan, lo?

      Delete
    2. Beneran, Ga. Gue pernah ngalamin soalnya:')

      Delete
    3. tuh kan... kayaknya komik terbaru gue ga salah deh... :P

      Delete
    4. Wooo bang haw ngegosip mulu nih kerjaannya:p dulu gue pernah pacaran beda agama sama mantan gue tau wkwkwk

      Delete
  7. Seperti biasa, kang Arman (gue jadi geli manggil lo akang, Man. ahahahaha) selalu bisa menempatkan inti cerita di dalam space yang tepat. Jadi, kalau belum baca sampai habis, bahkan bisa berkali-kali, gue mungkin belum ngerti sama maksud ceritanya. Hahahha.

    Top!

    Eh tapi, bagian mencubit lenganku bukannya terdengar cemen man? Gimana kalau pakai mencambuk lenganku saja? IMHO sih. Keep writing!

    ReplyDelete
    Replies
    1. gak sekalian aja lo manggil gua kisanak?

      mencambuk lengan? sadis amat lo wang?
      apa ini gara2 komen sarkas di blog lo kemarin? haha

      Delete
  8. tetap berkarya melalui karya ya boss!

    ReplyDelete
  9. Demi!!! Ini pernah terjadi sama awak bang :( beneran nyeseknya , btw ini berdasarkan kisah nyata muga sih? Soalnya aku ngerasa iya :p

    ReplyDelete
  10. Demi!!! Ini pernah terjadi sama awak bang :( beneran nyeseknya , btw ini berdasarkan kisah nyata muga sih? Soalnya aku ngerasa iya :p

    ReplyDelete
  11. Replies
    1. jadi nostalgia gitu ya.
      semoga tidak menjadi nostalgila

      Delete
  12. Jadi ceritanya beda keyakinan? Nggak nyangka, kirain tadi ada alasan lain. Ceritanya kerenn!
    Btw, pernah juga lho ngalami hal serupa :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. tadinya sih mau buat cinta sejenis. tapi gak jadi. haha
      duh, dia curhat. haha

      Delete
  13. mantap. seolah gue merasakan hal yang sama. Keren

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah. jangan2 emang lo lagi merasakan hal yang sama

      Delete
  14. waah keren cerpennya, ternyata mereka putus karena keyakinan yang berbedaa
    sip sip :D

    ReplyDelete
  15. keren keren nih, kompor gas deh buat loe, ternyata terpaksa melepas karna beda agama ya, cerpennya makin lama makin bagus nih. lanjutkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, gas udah mahal nih sekarang. gua pake kayu bakar aja mah. haha
      sip, makasih ya

      Delete
  16. mantap om artikelnya .
    ditunggu kunbalnya di
    http://newbie-belajar-ngeblog.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. duh. gak ngasi link pun, pasti gua kunbal kok

      Delete
  17. Yang tabah, ya..
    Btw, ini keren banget cerpennya kayak lagi nulis pengalaman pribadi. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha. ini murni fiksi kok. mungkin lo aja yang terlalu merasa. haha

      Delete
  18. Lo emang berbakal dalam membuat cerita yang endingnya pilu seperti ini. Karena hubungan lo tentang masalah pasangan, tentunya membuat lo turut andil bisa bikin cerita bagus kayak gini. Hahahaha. Anyway, semakin hari, lo semakin jago aja nih bikin cerpen, Ga.

    Ajarin dong, suhuuuuuu! :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah. mau berguru ke gua. lo harus punya pacar dulu. hahaha

      makasih, Mat, by the way

      Delete
  19. Dua wejangan dari cerpen ini. Jangan macarin temen sekampus dan jangan juga sama yg beda keyakinan.

    ReplyDelete
  20. Kayanya setup hubungan di awalnya kurang terasa dekat deh Ga, maksudnya chemistrynya sehingga pas si kedua tokoh putus dan tersambar petir *loh kurang terlalu terasa jlebnya, atau emang bukan disitu titik fokus ceritanya?

    itu juga masih ada kata 'gue' padahal di dalem cerita di atas kan pake aku-kamu

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya. gua mau buat lebih dramatis, tapi bingung. haha. gini aja deh.

      ah iya, makasih koreksinya, Dam

      Delete
  21. Ya ampun man gue berasa de javu baca ceritanya di awal-awal *curcol*
    Keren loh emosi gitu pas baca haha tapi twistnya dapet banget. Keep writing ya :D

    ReplyDelete
  22. keren... menyayat... :D
    twistnya sulit ketebak :O

    ReplyDelete
  23. ah yaampun -_-
    gue merasa bersalah udah ngampret2i si cowoknya -____-

    ReplyDelete
  24. ....!!!!
    (Reaksi setelah baca ending)

    Twistnya ngena. Padahal sebelumnya kupikir bakal jadi cerita drama romantis biasa. Ternyata.......

    #notetoself : jangan pacaran sefakultas :v

    ReplyDelete
  25. cerpennya keren,kenapa dulu kamu cuekin dia ?

    ReplyDelete

Berkomentarlah sebelum berkomentar itu diharamkan