Hujan masih mengguyur. Mengembuskan kesejukan ke tiap-tiap hati. Tapi, mungkin tidak ke hatiku. Kutatap wanita dihadapanku. Wanita yang telah bersedia berbagi canda tawa, suka duka, senyum amarah, selama satu tahun ini.
Kuberanikan diriku mengucapkan kata-kata, yang
kurasa terkutuk ini.
“Nia”.
Dia menoleh pelan. Mengalihkan pandangannya dari
hujan, kemudian menatap manik mataku dengan lembut. Ya Tuhan, aku tidak tega
mengatakannya.
“Kurasa sebaiknya...”
Kalimatku menggantung di awang-awang. Dadaku
berdegup kencang. Beberapa butir air hujan singgah ke wajahku.
“apa sayang?” tanyanya lembut.
“Kita lebih baik...emmm...putus saja..”
JDERR. Petir menyambar di kejauhan. Tapi rasanya
dekat sekali.
Aku menggigit bibirku. Kuberanikan menatap wajahnya.
Hatiku semakin teriris.
“Kenapa? Kukira kita baik-baik saja?” air mata
mengalir dari pelupuk matanya. Air mata yang biasanya tidak kuizinkan untuk
berlabuh di wajahnya.
“Tidak. Kita tidak bisa terus-terusan seperti ini.”
“Tapi kamu sudah berjanji untuk terus bersamaku.
Kamu sudah janji, Rian. Sudah janji. Janji”. Pukulan pelannya di badanku tidak
kuhiraukan. Aku ingin mendekapnya, dan mengatakan semuanya baik-baik saja.
Tapi, itu hanya menjadikan keadaan bertambah buruk.
“Maafkan aku, Nia. Aku bukanlah pria yang tepat
untukmu.”
Aku beranjak dari tempat dudukku. Hujan masih
mengguyur. Nia masih menangis. Tapi suara tangisannya tidak keluar. Dia menangis dalam hati. Ya Tuhan, benarkah keputusan ini?
Hatiku luluh
lantak. Hujan adalah saat kesukaan kami. Tapi, hari ini berubah. Hujan berubah
menjadi duka.
Kuambil jaket dan menerobos keluar. Kutahan air mata
ini supaya tidak meluncur. Aku adalah lelaki. Dan suatu kepantangan untuk
menangis. Rinai hujan mencubit kulitku. Mungkin sebagai hukuman karena telah
menyakiti hati seorang wanita.
Ini adalah keputusan terbaik!
***
Sudah satu bulan berlalu. Kami masih sering bertemu
di kampus. Sangat tidak enak rasanya, memiliki seorang mantan di kampus yang
sama. Kami saling menjauh. Mungkin lebih tepatnya, akulah yang menjauh. Aku
yang menciptakan jarak, supaya rasa cinta kepadanya, perlahan-lahan terbunuh.
“Kau udah putus sama Nia?” tanya Wawan, sahabatku.
“Udah. Sebulan yang lalu.” Aku menekuri buku
bacaanku. Berusaha mengalihkan perhatian.
“Ah. Bodoh benar kau ni. Cewek secantik itu kau
sia-siakan.”
“Masih banyak cewek yang lain, Wan. Wanita bukan
cuma dia saja.” Aku menyangkal hati.
“Macam banyak kali yang suka sama kau, kenlap.”
“Daripada kau, masih jomblo, dasar ketombe ikan.
Hahaha.”
“Eh, Yan. Kemarin Nia curhat samaku. Dia masih
kangen samamu. Dia galau berhari-hari, Yan. Bayangkan saja itu.” Rini, sahabatku yang lain, ikut menimpali.
“Ah yang
benar? Ekhm maksudku, waktu pasti mengobati semuanya kok, Rin.” Susah
payah kutahan rasa ingin tahu yang menggelegak.
“Hati wanita gak segampang itu bisa diobati, Yan. Oleh
waktu sekalipun. Satu tahun kisah kalian bukan waktu yang singkat. Pasti banyak
kenangan yang mau tidak mau akan muncul keluar.”
Aku terdiam. Sialan dua orang ini. Kenapa mereka
malah menyalahkanku?
“Tapi kenapa
kalian jadi menjauh? Bukankah dulu pernah akrab. Putus cinta tidak berarti
putus tali silaturahmi, Yan,” kata Wawan.
Satu lagi perkataan yang berhasil meninju ulu
hatiku. Aku tergagap mencari pembenaran.
“Tidak usah mengelak, Yan. Resapi saja kata-kata
kami tadi.” Wawan menepuk pundakku pelan. Rini tersenyum menguatkan.
Beginilah kalau sudah bersahabat bertahun-tahun. Mereka
bisa menebak jalan pikiranku.
***
Suatu senja. Aku berjalan-jalan di taman kampus.
Sekedar membuang penat karena kecapekan mengadakan penelitian.
Aku menarik napas dalam-dalam. Aroma rerumputan
segar, bercampur dengan aroma mawar di kebun bunga.
Sayangnya aroma ini tercemar dengan bau kotoran
ayam. Kampus ini memang beternak ayam sebagai bahan praktek mahasiswa
peternakan.
Aku berjalan lagi sambil sesekali merenggangkan
badan.
Di ujung jalan, Nia juga berjalan ke arahku. Sial.
Aku celingak-celinguk berusaha mencari tempat
persembunyian. Tapi tidak ada tempat yang bisa menyembunyikan badanku. Baiklah,
sepertinya aku harus menghadapinya kali ini. Kuhembuskan napas, dan kukuatkan
hatiku.
Nia terlihat sangat cantik dalam balutan baju gamis, dengan jilbab yang menudungi kepalanya. Ah, kenangan tentang kisah kami dulu mulai berseliweran di kepalaku. Betapa dia menjadi lebih cantik sekarang. Perasaan ingin memilikinya kembali membuncah, bagai ombak.
Nia terlihat sangat cantik dalam balutan baju gamis, dengan jilbab yang menudungi kepalanya. Ah, kenangan tentang kisah kami dulu mulai berseliweran di kepalaku. Betapa dia menjadi lebih cantik sekarang. Perasaan ingin memilikinya kembali membuncah, bagai ombak.
Ternyata Nia tidak sendirian. Dia bersama seorang
cowok. Cowok yang tegap, dengan perawakan sederhana. Lumayan tampan. Kuakui
itu.
Dia menggandeng Nia yang terus tersenyum kepadanya.
Ah, ada sedikit rasa cemburu menggelayut di hatiku. Rasa cemburu yang berbalut
rasa kangen. Ya, sudah dua bulan ini aku tidak bertemu Nia karena sibuk
penelitian.
Mereka semakin mendekat. Kufokuskan pandanganku ke
depan. Tidak ingin membuat kontak mata dengan mereka. Leherku menegang. Dengan ekor mataku, kuperhatikan Nia sempat melirik ke arahku, kemudian tersenyum sopan.
Ah, dia sudah berhasil melupakanku. Entah kenapa aku merasa sedih.
Ah, dia sudah berhasil melupakanku. Entah kenapa aku merasa sedih.
Tapi, mereka ternyata berbelok menuju masjid. Hendak
shalat maghrib mungkin.
Aku tersenyum dalam hati. Kukeluarkan kalung salib
dari balik bajuku. Kutelusuri pahatan patung itu dengan ibu jari.
Kau sudah menemukan yang terbaik, Nia, batinku.
Kumasukkan lagi kalung tersebut. Dan kemudian aku
menengadah menatap langit, Bapa,
kehendakmu jadilah.
Gimana menurut kalian cerpennya? silakan kritik dan saran ya. atau ada juga yang pernah mengalami kisah cinta yang kayak gini. silakan berbagi :)
Keren bro ceritanya, ku akui itu hehe
ReplyDeleteNggak bakal ngerti kalo aja gua nggak baca sampai akhir, terpaksa melepas karena beda keyakinan
wah, makasih ya bro
Deletekeren.. Rasanya itu.. Rasanya..
ReplyDeleterasa apa ?
Deletekomen lo kapan sih bener, der?
Dan ternyata penyebabnya adalah iman yang berbeda. :')
DeleteMenyentuh. Jadi sedih, karena pengalaman yang sama pernah ku rasakan. Haha...
udah ahlinya emang ya kalo soal twist ending gitu kak? haha keren keren! :D
ReplyDeleteoh iya, ada kata-kata yang agak keliru tuh, bukan "menghembuskan" tapi "mengembuskan". "Sekedar" harusnya "sekadar", "nafas" harusnya "napas", "mesjid" harusnya "masjid" hehe :p
bedewe, dapet umpatan baru dari baca cerpen ini; ketombe ikan. xD
oh. kata-kata baku gitu ya? wah kurang paham sih. makasih kritiknya. gua ganti deh ini
Deleteendingnya dramatis.. keren kak keren :)))
ReplyDeletesemoga gak terlalu mendrama ya
DeleteBagus Ga.... emang jago kalo elu bikin cerita yang nyentuh hati....
ReplyDeletelo juga jago bikin komik yang menyiksa hati
DeleteCeritanya bener - bener nyentuh hati, Ga. Mata gue sampe berkaca - kaca loh pas baca cerpen lo ini :')
ReplyDeletetapi gak nangis beneran kan, lo?
DeleteBeneran, Ga. Gue pernah ngalamin soalnya:')
Deletetuh kan... kayaknya komik terbaru gue ga salah deh... :P
DeleteWooo bang haw ngegosip mulu nih kerjaannya:p dulu gue pernah pacaran beda agama sama mantan gue tau wkwkwk
DeleteSeperti biasa, kang Arman (gue jadi geli manggil lo akang, Man. ahahahaha) selalu bisa menempatkan inti cerita di dalam space yang tepat. Jadi, kalau belum baca sampai habis, bahkan bisa berkali-kali, gue mungkin belum ngerti sama maksud ceritanya. Hahahha.
ReplyDeleteTop!
Eh tapi, bagian mencubit lenganku bukannya terdengar cemen man? Gimana kalau pakai mencambuk lenganku saja? IMHO sih. Keep writing!
gak sekalian aja lo manggil gua kisanak?
Deletemencambuk lengan? sadis amat lo wang?
apa ini gara2 komen sarkas di blog lo kemarin? haha
tetap berkarya melalui karya ya boss!
ReplyDeletesiap kak :)
DeleteDemi!!! Ini pernah terjadi sama awak bang :( beneran nyeseknya , btw ini berdasarkan kisah nyata muga sih? Soalnya aku ngerasa iya :p
ReplyDeleteduh dek. jangan bongkar rahasia lah. haha
DeleteDemi!!! Ini pernah terjadi sama awak bang :( beneran nyeseknya , btw ini berdasarkan kisah nyata muga sih? Soalnya aku ngerasa iya :p
ReplyDeleteMerasa balik ke masa lalu :')
ReplyDeletejadi nostalgia gitu ya.
Deletesemoga tidak menjadi nostalgila
Jadi ceritanya beda keyakinan? Nggak nyangka, kirain tadi ada alasan lain. Ceritanya kerenn!
ReplyDeleteBtw, pernah juga lho ngalami hal serupa :')
tadinya sih mau buat cinta sejenis. tapi gak jadi. haha
Deleteduh, dia curhat. haha
Dalem banget nih ceritanya
ReplyDeletesedalem samudera
Deletemantap. seolah gue merasakan hal yang sama. Keren
ReplyDeleteah. jangan2 emang lo lagi merasakan hal yang sama
Deletewaah keren cerpennya, ternyata mereka putus karena keyakinan yang berbedaa
ReplyDeletesip sip :D
iya.hehe
Deletekeren keren nih, kompor gas deh buat loe, ternyata terpaksa melepas karna beda agama ya, cerpennya makin lama makin bagus nih. lanjutkan
ReplyDeletewah, gas udah mahal nih sekarang. gua pake kayu bakar aja mah. haha
Deletesip, makasih ya
mantap om artikelnya .
ReplyDeleteditunggu kunbalnya di
http://newbie-belajar-ngeblog.blogspot.com
duh. gak ngasi link pun, pasti gua kunbal kok
DeleteYang tabah, ya..
ReplyDeleteBtw, ini keren banget cerpennya kayak lagi nulis pengalaman pribadi. :D
haha. ini murni fiksi kok. mungkin lo aja yang terlalu merasa. haha
DeleteLo emang berbakal dalam membuat cerita yang endingnya pilu seperti ini. Karena hubungan lo tentang masalah pasangan, tentunya membuat lo turut andil bisa bikin cerita bagus kayak gini. Hahahaha. Anyway, semakin hari, lo semakin jago aja nih bikin cerpen, Ga.
ReplyDeleteAjarin dong, suhuuuuuu! :p
ah. mau berguru ke gua. lo harus punya pacar dulu. hahaha
Deletemakasih, Mat, by the way
keren kawan :)
ReplyDeletekomentar yang cerdas sekali
DeleteDua wejangan dari cerpen ini. Jangan macarin temen sekampus dan jangan juga sama yg beda keyakinan.
ReplyDeletebener banget mas
DeleteKayanya setup hubungan di awalnya kurang terasa dekat deh Ga, maksudnya chemistrynya sehingga pas si kedua tokoh putus dan tersambar petir *loh kurang terlalu terasa jlebnya, atau emang bukan disitu titik fokus ceritanya?
ReplyDeleteitu juga masih ada kata 'gue' padahal di dalem cerita di atas kan pake aku-kamu
iya. gua mau buat lebih dramatis, tapi bingung. haha. gini aja deh.
Deleteah iya, makasih koreksinya, Dam
Ya ampun man gue berasa de javu baca ceritanya di awal-awal *curcol*
ReplyDeleteKeren loh emosi gitu pas baca haha tapi twistnya dapet banget. Keep writing ya :D
sip deh kak. hehe
Deleteudah bisa moveon tapi kan?
keren... menyayat... :D
ReplyDeletetwistnya sulit ketebak :O
ah yaampun -_-
ReplyDeletegue merasa bersalah udah ngampret2i si cowoknya -____-
....!!!!
ReplyDelete(Reaksi setelah baca ending)
Twistnya ngena. Padahal sebelumnya kupikir bakal jadi cerita drama romantis biasa. Ternyata.......
#notetoself : jangan pacaran sefakultas :v
cerpennya keren,kenapa dulu kamu cuekin dia ?
ReplyDelete