Aku melirik sekilas kepada Ibu.
“Apakah mereka akan keluar pagi ini?”
Ibu menghentikan kegiatan mengasah parangnya. Lalu
memandangku lurus-lurus, “Entahlah, Nak. Kita tunggu saja.” Kemudian, dia
kembali asik mengasah parang.
Srengg..srengg..srengg. Suara parang yang beradu
dengan batu asahan membuatku ngilu. Rasa ngilu seperti yang kamu rasakan ketika
ada yang mencakar papan tulis dengan kuku.
Ibu mengecek ketajaman parang, membilasnya dengan
air, lalu menempelkannya di jidat sambil mengucap doa yang tidak jelas
bunyinya. Apakah seserius ini kondisi yang kami hadapi?
Angin pagi menggelitik tubuhku. Membawa serta
aroma-aroma alam, termasuk beberapa aroma busuk. Aku bergidik. Membetulkan
posisi sarung di badan.
“Apakah Ibu pernah melawan mereka sebelumnya?”
“Ya, tentu. Ketika ibu seumuranmu, nenek melakukan
hal yang sama seperti yang ibu lakukan. Sambil mengunyah sirih, ‘Untuk mengusir
dingin’, katanya.”
Kepalaku tiba-tiba penuh dengan berbagai adegan
menyeramkan. Membayangkan ibu yang berada di posisiku sekarang. Setengah
telanjang. Kuusir jauh-jauh pikiran itu.
“Apakah mereka benar-benar menyeramkan?”
Ibu tampaknya tidak terganggu dengan pertanyaanku
yang datang terus menerus.
“Ya. Mereka sangat menyeramkan. Wajah dan bokong mereka
benar-benar mirip. Kamu tidak akan tau apa bedanya. Kulit mereka dipenuhi
lendir dan mereka selalu menggeliat menjijikkan. Bahkan, ada mitos yang
mengatakan bahwa kau harus membelah kepala mereka. Jika tidak, mereka akan
kembali hidup.” Ibu mempraktekkan proses pembelahan kepala kepada sebuah
ranting malang yang ada di dekatnya.
Kenapa manusia suka sekali menjadikan alam sebagai
bahan percobaan?
Rasa bosan mulai menggelayut di kepalaku. Aku
berkali-kali menguap. Ditambah kakiku yang kesemutan karena terlalu lama
jongkok. Ibu sekarang asik memainkan semprotan nyamuk. ‘Senjata tambahan’,
katanya.
Parang dan semprotan nyamuk. Aku tidak akan heran
kalau dari dalam daster ibu tiba-tiba keluar granat tangan.
“Apakah kita bisa melakukannya besok atau hari lain?” Aku mencoba bernegosiasi.
Rasanya aku masih belum siap untuk aktivitas seperti ini.
“Tidak. Keadaan akan memburuk jika kita terus
menunda. Keadaanmu lebih tepatnya. Lagipula, ibu sudah menambahkan racun di
sekitar sarangnya semalam. Dia pasti keluar hari ini.”
Tiba-tiba aku merasakan kehadirannya. Seperti
Spiderman yang bisa merasakan hawa jahat dengan inderanya. Aku merasakan mereka
perlahan-lahan menggeliat dari lubang yang selama ini dianggapnya rumah. Semua
bulu di tubuhku meremang. Gemulai badannya santai bak Putri Keraton. Menikmati
pemandangan yang ada di sekitar.
“Ibu..” erangku lemah. “Dia datang!”
“Tahan sebentar. Berusahalah lebih keras.” Ibu
menggengam tanganku. “Sebentar lagi dia akan keluar. Ibu bisa melihatnya.”
Aku mengatur pernapasan. Berusaha untuk tidak
melihat ke bawah. Menjaga supaya pandangan mataku tidak bertumbukan dengan mata
makhluk tersebut. Aku menengadah. Formasi bintang tiba-tiba berubah menjadi
sebuah naga raksasa yang siap menyemburkan api.
Ibu mengeluarkan capit dari dalam dasternya.
Hmm..aku tidak melihat capit itu tadi. Kenapa bisa ada dis...
“Arrghhhhhhhh...”
Aku mengerang keras ketika ibu menarik makhluk itu
dari tubuhku. “Tahan, Nak. Teruslah mendorong.” Dengan beringas, ibu menarik
tubuh makhluk itu. Kasar seperti petugas Satpol PP yang mengusir pedagang kaki
lima.
Ingusku merembes turun, jatuh ke sela-sela bibirku.
Aku menarik napas panjang, dan dengan sentakan terakhir, aku mendorong makhluk
itu keluar.
Rasa lega membanjir di dadaku. Di hadapanku, ibu
sedang bergulat dengan makhluk tersebut. Gayanya seperti Triple H yang bersiap
melancarkan jurus pedigree. Kamu tidak tau siapa itu Triple H? Sayang sekali.
TAKK. PUKK. PUKK. CROT..
Kepala makhluk tersebut terbelah karena parang Ibu.
Kurang puas, Ibu menyemprotnya dengan racun dan mencincang seluruh tubuhnya. Dia
mengambil bensin dan korek api -kamu pasti tau ini keluar darimana- dan
membakar tubuh makhluk tersebut. Wow. Aku tidak pernah melihat Ibu sebuas ini
sebelumnya.
Siapa sangka seekor cacing gelang bisa mengeluarkan
sisi terliar Ibu.
“Nah. Sudah selesai.” Ibu menyeka peluh di kening
dan lehernya. “Semoga kamu tidak cacingan lagi. Lain kali, pakai sendal
kemanapun kamu pergi. Jangan makan sembarangan. Tidak usah lagi berenang di
parit depan rumah Haji Sanusi.
Aku hanya menggangguk mengiyakan. Buru-buru cebok,
mengenakan sendal dan berlari ke arah rumah. Dari rumah, aku melihat ibu membersihkan
bekas-bekas pertempuran tadi. Ibu menimbunnya dengan tanah, membereskan
peralatan perang, lalu bersenandung dalam perjalanan ke rumah.
***
Setelah Ibu Zubaidah dan Ase masuk ke dalam rumah,
tubuh cacing itu perlahan menggeliat kembali. Bergerak-gerak kesakitan karena
bokongnya baru saja dicincang oleh seorang manusia. Lalu masuk ke dalam tanah,
mempersiapkan rencana balas dendam.
Setelah beberapa windu terlewati, akhirnya aku
menulis cerpen lagi. Sebenarnya cerpen ini udah lama banget mendekam di folder “Draft”.
Tapi, tidak kunjung dipublish. Aku juga udah lama banget gak bikin artikel
lagi. Mulai merasakan nikmatnya menjadi blogger murtad. Bikin ketagihan
ternyata.
Semoga aku bisa kembali bercerita di blog ini. Oh
ya, cerpen ini terinspirasi dari kisahku ketika kecil. Aku pernah pup, dan yang
keluar itu cacing. Menyeramkan banget. Aku sampe nangis-nangis ketika itu. Baru
kali ini pup ku menjelma menjadi makhluk hidup.
Setelah terkenang akan kejadian tersebut, aku pun
menuliskan cerpen ini. Kamu juga pernah pup dan yang keluar cacing? Yuk,
ceritakan di kolom komentar. Segala kritik dan saran terhadap cerpen ini juga
sangat ditunggu.
Sekian untuk kali ini.
Salam Asal
Hahahaha dikira apa, taunya cacing hahaha ekspektasiku terbantahkan!
ReplyDeleteEmang ekspektasinya apaan?
DeleteHuhhhhhhh aku kira ini bakal cerita tentang Alien gitu huhhhhhh huhhhhh. Tapi keren bang, ah abang ini kalo bikin cerpen mah selalu keren padahal ceritany cuman sederhana tentang anak yang cacingan haha
ReplyDeleteAliennya lg cacingan
DeleteUdah deg-degan aku kira apa gitu. Eh, yang keluar malah cacing hahaha
ReplyDeleteNgira apa hayoo. Ngeres ya?
DeleteGua udah cukup ketipu di cerita edo tensei dulu, Man. Yang ini nggak, "kepala ama ekornya mirip, berlendir" udah cukup menunjukkan itu apa.
ReplyDeleteEh iya. Dulu sebelum sekolah SD, gua juga ngalamin ini. Itu waktu cacingnya ditarik sama emak, gua tutup mata juga, tinggal rasa geli2 aja yg kerasa.
Yang bikin heran, itu cacing beneran masuknya dari telapak kaki, ya? Apa dari makanan? Soalnya gua gapernah main di parit.
Wah. Ternyata makin susah ya bikin ending twist. Haha.
DeleteKatanya sih gitu. Mgkn gk lgsg dr kaki, tapi kan main di parit, tanah atau tempat kotor gitu pasti make tgn jg. Dan kalo gk cuci bersih ya telur cacing masuk
busyet itu cacing krimi kali ya, yang keluar dari lobang pantat wkwkwk. hadehh pake ada edo tensei segala -_-
ReplyDeleteCacing gelang kok. Cacing kremi itu kecil. Yg edo tensei cerpen sebelumnya kok. Bkn yg ini
DeleteMas. Itu cacing apa lintah? Ko disuruh pake sandal? Hehee.
ReplyDelete-GKR-
Karena katanya cacing bisa masuk dari telapak kaki. hii
Deletekukira bakal ada mahluk semacam troll gitu yang menginfasi dunia peri. hufft
ReplyDeleteGeli sih ngebayanginnya pas tau itu cacing. euuw belom pernah bab keluar cacing :((
Bersiaplah. Para cacing lagi otw menuju rektummu. huahahhahaha
DeleteBaru pertama kali bdatang berkunjung ke sini, sudah dapat cerpen. Cerpennya juga dikemas dengan keren karena sudah berhasil membuatku berekspetasi yang berlebihan.
ReplyDeleteTerima kasih cerita pendeknya Kak, aku tunggu cerpen-cerpen selanjutnya ya.
Siip. Jangan bosan bosan mampir ke sini ya. hehe
DeleteSeperti kata Haw, gue juga langsung nebak ketika baca kalimat itu. Ahaha.
ReplyDeleteGue dulu pas SD juga pernah. Geli sendiri kalo ngingetnya. Apalagi kremian. Wqwq. :')
Ternyata bukan cuma gua ya. Alhamdullilah
DeleteIlustrasi gambarnya bikin mikir ke alien. Ternyata cacing :/
ReplyDeleteKeren ya efek dari gambar
Deletehahaha saya pikir membahas alien atau monster yg lainnya, eh ternyata bahas cacing :D
ReplyDeleteNggak sanggup kalau bikin cerita ala sci-fi gitu. haha
DeleteCaciiing :(
ReplyDeletetapi yang ilustrasi 'TAKK. PUKK. PUKK. CROT.' bikin aku kemana-mana loh ._. Crotnya itu loh :p
Crot itu artinya ada cairan yang keluar . Haha. Cairan apakah itu?
DeleteHahahahahaaa yawlaaa aku kira makhluknya itu monster. Soalnya serem. Pantatnya seperti kepala, kepalanya seperti pantat. Berlendir juga.
ReplyDeletePikiranku langsung ngebayang kalo itu zombie atau monster yg menyeramkan.
Ternyata cacing. Hahahahahahhaaa
Aku geli banget bhaaaangg
Endingnya dapet. :)) Sering-sering update lagi dong bang Arman. Heheee
Gelinya gak santai gitu ya.
DeleteKalau dapat ilham yang bisa dijadiin cerpen, pasti langsung di update kok. hehe
Ini cacing segede apa bang sampe bisa dicincang.
ReplyDeleteini cacing keluar darimana bang ? coba diperjelas :D
Percayalah. Cacing yang keluar dari lubang BAB itu gedenya minta ampun. Panjang banget.
Delete